Rabu 07 Dec 2022 19:35 WIB

Presiden Rusia dan UEA Bahas Batas Harga Minyak

Kremlin sebut pembatasan harga minyak bertentangan dengan prinsip perdagangan global

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
 Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin rapat Dewan Keamanan melalui konferensi video di Moskow, Rusia, Selasa, 6 Desember 2022.
Foto: Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo v
Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin rapat Dewan Keamanan melalui konferensi video di Moskow, Rusia, Selasa, 6 Desember 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Kremlin mengatakan pada Rabu (7/12/2022) bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohamed bin Zayed al Nahyan melakukan panggilan telepon. Keduanya membahas kerja sama OPEC+ dan batasan harga minyak Rusia oleh Barat.

"Dalam sebuah pernyataan, Kremlin mengatakan upaya untuk memaksakan pembatasan oleh beberapa negara Barat bertentangan dengan prinsip perdagangan global," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Negara-negara G7 dan sekutu sepakat membatasi harga minyak Rusia. Batas harga disepakati setelah kelompok produsen minyak OPEC+ setuju untuk tetap berpegang pada kebijakannya mengurangi produksi, di tengah pertumbuhan global yang lebih lambat dan suku bunga yang lebih tinggi.

OPEC+ adalah kelompok yang terdiri dari 23 negara pengekspor minyak, termasuk Rusia, yang bertemu secara rutin untuk memutuskan berapa banyak minyak mentah yang akan dijual di pasar dunia.

G7 mengatakan, bahwa tindakan pembatasan harga minyak Rusia dimaksudkan untuk mencegah Rusia mengambil keuntungan dari perang agresi melawan Ukraina sambil menghindari lonjakan harga. Batas harga diajukan oleh G7 pada September dan disepakati awal pekan ini.

Rusia protes tentang batas harga 60 dolar AS untuk minyaknya yang disetujui oleh UE, G7 dan Australia, bahkan ketika Ukraina menyarankan itu tidak cukup keras dan mungkin harus ditinjau kembali. "Kami tidak akan menerima batasan harga ini," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada kantor berita domestik pekan lalu.

Ia mengatakan, bahwa Rusia, pengekspor minyak mentah terbesar kedua di dunia, sedang menganalisis langkah tersebut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement