Selasa 06 Dec 2022 11:22 WIB

Korban Pembantaian di Kongo Jadi 272 Orang

Pemerintah menuduh pembantaian itu dilakukan kelompok pemberontak M23.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Pasukan keamanan perbatasan Rwanda berjaga di sisi mereka dari perbatasan Petite Barriere dengan Rwanda di Goma, Kongo timur Jumat, 17 Juni 2022. Pemerintah Republik Demokratik Kongo mengatakan korban pembantaian di Kota Kishishe pekan lalu menjadi 272 orang.
Foto: AP Photo/Moses Sawasawa
Pasukan keamanan perbatasan Rwanda berjaga di sisi mereka dari perbatasan Petite Barriere dengan Rwanda di Goma, Kongo timur Jumat, 17 Juni 2022. Pemerintah Republik Demokratik Kongo mengatakan korban pembantaian di Kota Kishishe pekan lalu menjadi 272 orang.

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Pemerintah Republik Demokratik Kongo mengatakan korban pembantaian di Kota Kishishe pekan lalu menjadi 272 orang. Naik dari perkiraan sebelumnya yang sebanyak 50 orang.

Pemerintah menuduh pembantaian itu dilakukan kelompok pemberontak M23. Tapi kelompok tersebut membantahnya.

Baca Juga

Pemerintah Kongo juga mengatakan pemberontak didukung angkatan bersenjata Rwanda. Kongo kerap menuduh negara tetangganya itu mendukung pemberontak, Rwanda selalu membantah tuduhan tersebut.

Pihak berwenang Rwanda belum dapat dimintai komentar. Selama delapan bulan  Angkatan Bersenjata Kongo berperang melawan M23, milisi bersenjata yang dipimpin etnis Tutsi.

Pembantaian terjadi pada 29 November lalu di Kishishe, Provinsi Kivu Utara. Total korban diumumkan Menteri Perindustrian Kongo Julien Paluku dalam konferensi pers bersama juru bicara pemerintah Patrick Muyaya.

"Saya tidak bisa memberikan detail serangan, jaksa agung masih membuka penyelidikan dan kami menunggu hasil dari penyidik," kata Muyaya, Selasa (6/12/2022).

"Yang kami tahu anak-anak dibunuh di gereja Adventis dan di sebuah rumah sakit," tambahnya.

Pekan lalu PBB mengatakan menerima laporan banyak korban jiwa dalam bentrokan antara M23 dengan milisi setempat di Kishishe. Tapi PBB tidak mengungkap jumlah pastinya.  

Dalam catatannya sendiri M23 mengatakan 21 anggotanya tewas dibunuh koalisi musuh. Delapan orang sipil tewas terkena peluru nyasar.

Pada tahun ini sekelompok pakar dari PBB memiliki "bukti kuat" pasukan Rwanda berperang bersama M23 dan menyediakan senjata dan dukungan. Rwanda membantah tuduhan tersebut.

Pemimpin Kongo dan Rwanda sudah beberapa kali menggelar pertemuan untuk mengatasi krisis ini termasuk pertemuan terkahir di Luanda di mana mereka sepakat untuk menggelar gencatan senjata. Tapi pertempuran masih berlangsung sejak saat itu.

Pada Senin (5/12/2022) kemarin Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan ia melakukan "pembicaraan produktif" dengan Presiden Rwanda Paul Kagame tentang kebutuhan perdamaian dan keamanan di timur Republik Demokratik Kongo.

"Amerika Serikat mendesak Rwanda untuk menghormati komitmen yang dicapai di Luanda, termasuk mengakhiri dukungan Rwanda pada M23," kata Blinken di Twitter.

Namun Menteri Luar Negeri Rwanda Vincent Biruta mengatakan "perbedaan dalam memahami masalah ini masih ada."

"M23 tidak boleh disamakan dengan Rwanda, bukan masalah yang Rwanda perlu selesaikan," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement