Jumat 02 Dec 2022 03:46 WIB

2.000 Pejuang Pro Demokrasi Myanmar Tewas Saat Perangi Junta

PBB mencatat 1,3 juta orang telah mengungsi sejak kudeta militer di Myanmar.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - National Unity Government (NUG) mencatat sekurangnya 2.000 warga pejuang pro-demokrasi tewas dalam memerangi junta militer di Myanmar sejak kudeta. NUG sebagai pemerintah sipil paralel Myanmar juga mendesak sekutu untuk memberikan bantuan militer seperti halnya Ukraina.

"Kami menganggap (kematian) sebagai harga yang harus kami bayar," kata Penjabat presiden NUG, Duwa Lashi La dalam konferensi Reuters NEXT dari lokasi yang dirahasiakan di Myanmar.

Baca Juga

Duwa Lashi La merupakan seorang mantan guru dan pengacara berusia tujuh puluhan. Dia meninggalkan rumahnya di Negara Bagian Kachin di Myanmar utara bersama keluarganya.

Militer telah mencap dia dan rekan-rekannya sebagai teroris dan melarang warga berkomunikasi dengan mereka. Namun, oleh pemerintah sipil paralel ia mendapat dukungan luas. 

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan pada Februari tahun lalu. Krisis politik itu menjungkirbalikan Myanmar sebagai negara demokrasi selama satu dekade. Junta bahkan menggunakan kekuatan mematikan untuk menghancurkan protes.

Selain 2.000 kematian dalam pertempuran, lebih dari 2.500 warga sipil tewas di tempat lain sebagian besar dalam penumpasan protes. Angka ini dikonfirmasi oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, kelompok hak asasi yang memantau kerusuhan selama aksi menentang junta.

PBB mencatat lebih dari 1,3 juta orang telah mengungsi sejak kudeta. PBB juga mempertimbangkan untuk menyebut serangan militer merupakan kejahatan perang.

Junta mengeklaim bahwa tindakannya tidak menargetkan warga sipil dengan serangan udara. Sebaliknya junta mengatakan operasinya menanggapi serangan oleh "teroris".

Duwa Lashi La mengatakan pejuang oposisi telah membunuh sekitar 20 ribu tentara junta. Meski tidak mungkin untuk mengkonfirmasi angka secara independen.

"Jika saja kami menerima dukungan yang sama seperti yang diterima Ukraina dari AS dan UE, penderitaan orang-orang yang dibantai akan segera berhenti," kata dia.

Sementara itu, negara-negara Barat telah menyuarakan dukungan untuk NUG dan memberikan sanksi kepada komandan dan kompi junta. Namun mereka telah menghentikan bantuan militer untuk oposisi. Barat mengatakan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara regional (ASEAN)adalah tempat terbaik untuk mengatasi krisis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement