Jumat 02 Dec 2022 04:54 WIB

Mampukah Kejahatan Korporasi Industri Farmasi Dijerat Hukum Pidana?

Pendekatan hukum progressif penting untuk jerat kejahatan korporasi industri farmasi

Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Ampelsaa
Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Ari Yusuf Amir, SH, MH, Pakar Pidana Korporasi, Managing Partner’s Ail Amir Law Firm dan Pendiri LBH Yusuf

Kasus kejahatan industri farmasi di Indonesia, kembali merenggut banyak korban jiwa. Kali ini, beberapa produk obat sirup ditengarai menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak (acute kidney injury/AKI). Awalnya kasus ini marak terjadi pada Agustus 2022 di Sumatera Barat dan Denpasar yang menyebabkan sejumlah anak meregang nyawa.  Kasus ini kemudian terus mengalami lonjakan. Tercatat hingga 18 november 2022, tercatat 324 anak mengalami gagal ginjal akut, bahkan 199 anak diantaranya meninggal dunia. 

Kondisi ini semakin miris ditengah minimnya fasilitas kesehatan dan dokter spesialis di beberapa daerah. Sebagaimana dialami Nafisa, balita 2 tahun 7 bulan. Setelah meminum obat kemasan sirup untuk mengatasi batuk pileknya, ia malah sering muntah. Sehari berselang, Nafisa tak lagi kencing. Badannya membengkak. Oleh dokter ia divonis mengalami gangguan pernafasan akibat racun menumpuk di tubuh lantaran tak bisa berkemih. Balita Nafisa kemudian diminta cuci darah setiap hari. Nafisa disarankan untuk perawatan di Pekanbaru atau Jakarta, tapi karena keterbatasan biaya, orang tuanya tak sanggup. 

Begitu juga yang dialami balita 11 bulan, Rizky Nuryanto. Ia mengalami diare dan kakinya kaku setelah meneguk vitamin dan paracetamol sirup dari salah satu rumah sakit. Sebelumnya pada pertengahan September, balita Rizki meminum obat batuk dari pusat kesehatan masyarakat setempat, tapi justru pingsan dan kejang. Ia lalu dirujuk ke salahsatu Rumah Sakit, tubuhnya bengkak karena tak bisa kencing. Setelah mengalami beberapa kali transfusi darah, nyawanya tetap tak bisa diselamatkan, balita itu berpulang untuk selama-lamanya.                  

Tingginya jumlah kasus kematian anak akibat gagal ginjal akut tersebut sangat mengkhawatirkan. Bahkan jumlahnya jauh melebihi kasus serupa di Gambia, negara terbelakang di Benua Afrika. Jumlah korban di Indonesia juga melampaui kasus di negara lain pada kejadian serupa di Uganda (2013), Nigeria (2009), Bangladesh (2009), atau Haiti (1995). Fenomena memilukan ini menandakan, ‘alarm’ system keamanan kesehatan di negeri ini kurang berjalan dengan baik. 

Awalnya kasus gagal ginjal akut pada anak itu diduga akibat post covid 19, namun setelah dilakukan observasi mendalam, diketahui penyebabnya adalah senyawa toksin yang berasal dari kandungan dalam obat sirup yang dikonsumsi anak yaitu: Etilen Glikol dan Dietilen Glikol. Etilen Glikol dan Dietilen Glikol merupakan bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pelarut dalam obat sediaan cair. Keduanya merupakan senyawa beracun apabila digunakan dalam jumlah besar melebihi 0,1%, efek samping dari over dosis kedua zat tersebut adalah gagal ginjal akut. 

 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement