Rabu 30 Nov 2022 18:27 WIB

Peran Tokoh Agama Dibutuhkan untuk Menyampaikan Bahaya HIV/AIDS

Tantangan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia ini cukup besar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Peran Tokoh Agama Dibutuhkan untuk Menyampaikan Bahaya HIV/AIDS. Foto:  Ratusan mahasiswa dan ibu rumah tangga di Kota Bandung tercatat mengidap penyakit HIV/AIDS. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp.
Peran Tokoh Agama Dibutuhkan untuk Menyampaikan Bahaya HIV/AIDS. Foto: Ratusan mahasiswa dan ibu rumah tangga di Kota Bandung tercatat mengidap penyakit HIV/AIDS. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pada 1 Desember 1988, Hari AIDS Sedunia ditetapkan. Peringatan tahunan Hari AIDS awalnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan epidemi global AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) dan penyebaran HIV (human immunodeficiency virus).

Hingga kini, HIV AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan nasional. Bahkan, dalam laporan Kemenkes RI, 12.553 anak di bawah usia 14 tahun terinfeksi HIV pada 2010- September 2022. Kasus HIV pada anak juga banyak dialami oleh anak di bawah usia 4 tahun, dengan jumlah 4.764 orang

Baca Juga

Ketua Umum Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia dr TB Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM mengaku kaget dengan angka tersebut. Ia menilai pentingnya peran tokoh agama untuk mengajak para anak dan remaja untuk menghindari penyebab penularan HIV, pasalnya akses teknologi yang luas dikhawatirkan membuat banyak kelompok usia produktif terpapar penyakit tersebut.

"Seks bebas, narkoba suntik, itu memicu. Kebiasaan ganti-ganti pasangan pada remaja juga. Saya juga kaget pas lihat data dari Kemenkes ada 12 ribu anak di bawah 12 tahun positif HIV. Paling bagus pencegahan ya mau tak mau rohaniawan boleh ajari risiko bila terkena HIV AIDS itu terjadi begini," tuturnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (31/11/2022).

Karena, sambungnya, perilaku tidak sehat penyebab HIV AIDS sebenarnya sudah terjadi sejak zaman nabi. "Sejak zaman nabi-nabi itu sudah ada pelacuran, ibarat itulah gaya hidup umat. Kemudian untuk memberangus narkoba pun sekarang yang bertugas memberangus saja ikut terlibat," tuturnya.

Sehingga, sangat penting informasi tentang bahaya HIV-AIDS disampaikan secara detil, agar para remaja memahami bahaya HIV AIDS. Termasuk, perihal stigma yang mungkin akan diterima serta pengobatan HIV-AIDS yang harus dilakukan seumur hidup.

"Jadi sejak kecil itu harus diberi (edukasi). Masalahnya sekarang kan gambarnya nggak ada, datanya nggak ada. Peran tokoh agama jadi penting juga," kata dia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menyebut masih banyak tantangan yang dihadapi dalam penanggulangan kasus HIV AIDS di Indonesia. Diketahui, hingga kini HIV AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan nasional.

Ia menyampaikan, meskipun ada tren penurunan dari tahun ke tahun. Namun, secara prevalensi HIV di Indonesia pada sebagian besar wilayah masih 0,26 persen. Bahkan, dua provinsi Papua dan Papua Barat prevalensi HIV masih mencapai 1,8 persen.

“Tantangan penanggulangan HIV di Indonesia ini cukup besar,” ucap Imran.

Kemenkes RI juga berkomitmen untuk melakukan eliminasi human immunodeficiency virus/accquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) mencapai 0 persen pada 2030. Komitmen ini ditegakkan dalam target 95-95-95, yaitu 95 persen orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui status HIV-nya, 95 persen ODHIV diobati, dan 95 persen ODHIV yang diobati mengalami supresi virus.

Namun, hingga September 2022, target tersebut belum tercapai secara optimal. Berdasarkan data Kemenkes RI , yang telah dicapai adalah 79 persen orang dengan HIV ketahui status HIV-nya, 41 persen sudah mendapatkan pengobatan, dan 16 persen pengobatan terhadap pasien mengalami depresi virus.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement