Rabu 30 Nov 2022 15:37 WIB

Jaksa Nilai Pleidoi Bentjok di Kasus ASABRI tak Berdasar

Hakim menegaskan penyampaian duplik dari Bentjok pekan depan dan tak bisa ditunda.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Terdakwa Direktur PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro bersiap mengikuti sidang tuntutan kasus dugaan korupsi pengelolaan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/10/2022). JPU KPK menuntut Benny Tjokrosaputro dengan hukuman pidana mati karena diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan terdakwa lain dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus PT ASABRI yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Terdakwa Direktur PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro bersiap mengikuti sidang tuntutan kasus dugaan korupsi pengelolaan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/10/2022). JPU KPK menuntut Benny Tjokrosaputro dengan hukuman pidana mati karena diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan terdakwa lain dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus PT ASABRI yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai pleidoi atau nota pembelaan Direktur Utama PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) tak punya dasar yang kuat. Bentjok kali ini terjerat kasus dugaan korupsi PT ASABRI.

Hal tersebut disampaikan JPU dalam sidang dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan JPU atas pleidoi terdakwa pada Rabu (30/11/2022) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. JPU menegaskan pleidoi yang dibacakan Bentjok tak memiliki argumentasi dengan bukti yang kuat.

Baca Juga

"Tanggapan penuntut umum atas perkara ini, penuntut umum berupaya luruskan sudut pandang karena pleidoi terdakwa dianggap tidak berdasarkan yuridis. Pleidoi juga tanpa didukung bukti yang sah," kata JPU dalam persidangan, Rabu (30/11/2022).

Sayangnya, JPU tak merinci argumentasi yang digunakan untuk melawan poin-poin argumentasi pleidoi Bentjok. JPU beranggapan pleidoi Bentjok sebenarnya didasari fakta persidangan yang sama seperti diperoleh JPU. Sehingga JPU beranggapan pleidoi Bentjok tak bisa dibenarkan.

 

"Setelah pelajari pleidoi terdakwa, yang mana isi poin-poin pembelaan terdakwa, kami tidak tanggapi seluruh pembelaan karena bersumber dari fakta yang sama dalam persidangan," ujar JPU.

JPU kemudian memohon kepada majelis hakim agar menolak pleidoi Bentjok. Sebab JPU meyakini Bentjok bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang.

"Kami memohon majelis hakim agar menolak seluruh nota pembelaan, menerima jawaban replik sebagai dasar pertimbangan akhir, menghukum terdakwa sesuai tuntutan pidana sebagaimana dibacakan pada Rabu 26 November 2022," ucap JPU.

Sementara itu, Majelis hakim memberi kesempatan pada kubu Bentjok untuk menyampaikan duplik. Majelis hakim menegaskan agenda pembacaan duplik tak bisa diundur dengan alasan apapun.

"Agenda sidang berikutnya diberi kesempatan kepada terdakwa untuk tanggapi yang terakhir dalam bentuk duplik, Harus tetep hari itu duplik enggak bisa mundur karena enggak siap. Dengan demikian sidang ditunda sampai Rabu tanggal 14 Desember 2022 pukul 13.00 WIB," ucap hakim ketua IG Eko Purwanto.

Diketahui, JPU menuntut Bentjok dengan hukuman mati. JPU menilai Bentjok terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 22,7 triliun dalam kasus PT ASABRI.

JPU menuntut Bentjok bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Perbuatan terdakwa bersama-sama terdakwa lain menyebabkan kerugian negara Rp 22,788 triliun dengan atribusi perincian khusus akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian sebesar Rp 6,481 triliun," ujar JPU dalam sidang pada Rabu (26/10/2022).

Bentjok juga dituntut bersalah melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Atas dasar itu, JPU menuntut Bentjok dengan pidana uang pengganti Rp 5,7 triliun. Dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement