Komisi III Sebut RKUHP Mendesak untuk Segera Disahkan

Pimpinan DPR perlu gelar rapat Badan Musyawarah untuk menjadwalkan rapat Paripurna

Selasa , 29 Nov 2022, 13:14 WIB
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengatakan, pihaknya bersama pemerintah telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I terhadap rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (ilustrasi).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengatakan, pihaknya bersama pemerintah telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I terhadap rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengatakan, pihaknya bersama pemerintah telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I terhadap rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Karenanya, ia berharap DPR segera mengesahkannya sebagai undang-undang.

'Urgensinya sangat urgent (untuk segera disahkan, KUHP (jika) sudah disahkan semua orang tau persoalan hukum pidana itu di situ. Kita bisa punya padanan semua, semua rumusnya sama, kalau urusan pidana pegangannya KUHP," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/11/2022).

Baca Juga

Kendati demikian, ia belum mengetahui kapan DPR akan mengesahkan RKUHP sebagai undang-undang. Pasalnya, pimpinan DPR perlu menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menjadwalkan rapat paripurna.

"Ya saya tidak berani memperkirakan. Prosesnya itu tetep, prosedur proses seperti mungkin, sama dengan, barengan dengan Pak Panglima TNI," ujar Bambang.

"Mudah-mudahan (sebelum reses)," sambungnya.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, RKUHP saat ini merupakan hasil sosialisasi pihaknya di 11 kota. Hal senada juga disampaikannya, bahwa payung hukum pidana nasional terbaru itu tak bisa memuaskan semua pihak.

"Tidak mungkin kita akan memuaskan semua pihak ya, karena setiap isu di dalam RKUHP itu pasti penuh dengan kontroversi dan kontroversi," ujar Eddy.

Namun dipastikannya, RKUHP saat ini jauh lebih baik ketimbang RUU yang ditolak masyarakat pada 2019. DPR dan pemerintah disebutnya telah menampung seluruh aspirasi publik, meski diakuinya bahwa semua pendapat tak bisa ditampung dalam RKUHP terbaru.

"Kami mencoba mengakomodasi berbagai pihak dan itu tertuang baik di dalam batang tubuh maupun penjelasan," ujar Eddy.

"Kalau ada warga masyarakat yang merasa hak konstitusional dilanggar, pintu Mahkamah Konstitusi terbuka lebar-lebar untuk itu dan di situlah kita melakukan perdebatan hukum yang elegan dan saya kira bermartabat," sambungnya.