Selasa 29 Nov 2022 05:35 WIB

Museum Muslim Miya Timbulkan Kontroversi di Wilayah Assam India

Mohar Ali ditangkap karena mendirikan museum Muslim di kediamannya

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Bendera India (Ilustrasi).
Foto: IST
Bendera India (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Otoritas Negara bagian Assam India menangkap Mohar Ali karena mendirikan museum Muslim di kediamannya di sebuah dusun di distrik Goalpara. Ali ditangkap pada September lalu setelah mendirikan museum yang didedikasikan untuk budaya 'Miya' yaitu komunitas Muslim berbahasa Bengali di Assam.

Ali merupakan pemimpin partai politik lokal. Dia menghabiskan dana sekitar 7.000 rupee untuk mendirikan museum Muslim tersebut. Museum itu menampilkan budaya 'Miyas' dengan memajang beberapa alat dan pakaian pertanian.

Namun dua hari kemudian, otoritas setempat menutup museum tersebut.  Mereka juga menyegel rumah Ali. Otoritas Assam menuduh Ali telah menyalahgunakan rumahnya untuk tujuan komersial. Rumah itu diberikan kepada Ali di bawah skema pemerintah. Polisi juga menangkap dua orang lainnya yang membantu mendirikan museum.

Polisi berdalih bahwa, penangkapan Ali  tidak terkait dengan museum. Penangkapan itu dilakukan karena Ali dan dua orang lainnya diduga memiliki hubungaa dengan dua kelompok teror.  Ketiganya didakwa berdasarkan undang-undang anti-terorisme yang dikenal kejam sehingga hampir tidak mungkin mendapatkan jaminan.

Penangkapan itu mengejutkan komunitas Muslim berbahasa Bengali di Assam. Mereka mengaku bingung dengan penangkapan tersebut.

"Apa sebenarnya kejahatannya?"  tanya ibunda Ali, Mohiton Bibi dengan mata yang berkaca-kaca, dilansir BBC, Senin (28/11/2022).

Para kritikus mengatakan penangkapan itu adalah langkah terbaru dari upaya panjang untuk meminggirkan komunitas Muslim di Assam. Negara bagian ini dihuni dengan ragam penduduk multi-etnis. Penduduk Assam terdiri dari orang Hindu berbahasa Bengali dan Assam, termasuk campuran suku dan Muslim. Mereka telah melihat gerakan anti-imigrasi melawan "orang luar" dari negara tetangga Bangladesh selama beberapa dekade. Khususnya, Muslim berbahasa Bengali, yang sering dituduh sebagai imigran tidak berdokumen.

Sejak berkuasa pada 2016, Partai Bharatiya Janata (BJP) telah menggalang basis suara komunitas nasionalis Hindu dan suku dengan mengumumkan kebijakan yang diskriminatif terhadap Muslim.  Beberapa politisi, termasuk menteri utama saat ini Himanta Biswa Sarma, juga menargetkan komunitas Muslim dalam pidatonya.

Setelah kembali berkuasa pada 2021, pemerintahan BJP mengusir paksa ribuan orang dalam upaya kontroversial melawan perambahan ilegal. Sebagian besar dari mereka yang terkena dampak adalah Muslim berbahasa Bengali.  Awal tahun ini, pemerintah juga menyetujui klasifikasi lima kelompok Muslim sebagai komunitas "pribumi Assam". Hal ini menimbulkan kekhawatiran marjinalisasi lebih lanjut terhadap kelompok lain.

"Muslim asal Bengali telah menjadi sasaran empuk politik. Idenya adalah untuk menunjukkan kepada mayoritas (populasi) bahwa orang Miya bukan bagian dari masyarakat Assam, mereka adalah musuh," kata Dr Hafiz Ahmed, seorang sarjana yang bekerja dengan masyarakat.

Namun, pemimpin senior BJP, Vijay Kumar Gupta membantah tudingan bahwa partainya berupaya mengucilkan Muslim India. Gupta mengatakan, ada pihak yang mencoba untuk menciptakan perselisihan antar komunitas.

“Museum dimaksudkan untuk melestarikan warisan budaya suatu komunitas, tetapi hal seperti itu tidak terjadi di sini,” kata Gupta.

Di seluruh Asia Selatan, kata Miya digunakan sebagai sebutan kehormatan bagi pria Muslim. Namun di Assam, kata tersebut dianggap merendahkan dan digunakan untuk menggambarkan ribuan petani Muslim yang bermigrasi dari bagian timur Benggala yang kini berada di Bangladesh.  Assam berbagi perbatasan sepanjang hampir 900 kilometer dengan Bangladesh.

Sebagian besar dari para migran ini menetap di chars atau pulau-pulau yang terletak di sepanjang dataran rendah Sungai Brahmaputra. Sebagian besar penduduk chars adalah petani miskin dan pekerja dengan upah harian. Mereka kerap menghadapi diskriminasi, dan sering digambarkan sebagai "penyusup" yang mengambil alih pekerjaan, tanah, dan budaya penduduk serta suku berbahasa Assam.

Namun selama bertahun-tahun, banyak komunitas Muslim Bengali yang memeluk sejarah mereka dan mencoba mengklaim kembali istilah Miya sebagai penanda yang berbeda dari identitas mereka. Museum Miya di Goalpara, didirikan di sebuah ruangan kecil. Museum itu menampung beberapa alat pertanian tradisional, alat tangkap yang terbuat dari bambu, dan gamusa atau pakaian tenun tradisional Assam. Ali mengatakan, barang-barang yang dipamerkan di museum itu adalah budaya orang Miya.

Tetapi banyak pemimpin BJP menuduh Ali mencoba menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Mereka mengatakan bahwa artefak tersebut mewakili identitas Assam dan bukan komunitas Muslim berbahasa Bengali.

"Apakah ada komunitas bernama Miya?" kata menteri utama Sarma bulan lalu, beberapa jam sebelum museum itu disegel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement