Jumat 25 Nov 2022 17:04 WIB

Pengamat: Putusan WTO Soal Nikel tidak Turunkan Minat Investasi

Pemerintah perlu genjot hilirisasi nikel agar investasi tak surut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah akan mengajukan banding terhadap putusan Organisasi Perdagangan Dunia, World Trade Organization (WTO), terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah akan mengajukan banding terhadap putusan Organisasi Perdagangan Dunia, World Trade Organization (WTO), terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menilai kekalahan Indonesia dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO terkait larangan ekspor bijih nikel tidak akan menurunkan minat investasi di sektor tersebut. Namun, pemerintah perlu memperhatikan sejumlah hal.

"Saya optimistis tidak (menurun minatnya), karena Indonesia kan mau membangun ekosistem industri yang saling terkait. Artinya pasar bijih nikel di hilirnya ada, hilirisasinya juga sudah banyak. Begitu juga hasilnya. Ini menunjukkan bahwa Indonesia prospektif," kata Fahmy yang dihubungi di Jakarta, Jumat (25/11/2022).

Baca Juga

Meski demikian, ada tiga syarat yang setidaknya harus diperhatikan pemerintah Indonesia agar minat investasi di sektor tersebut tidak surut. Pertama, yaitu terus menggenjot pengembangan hilirisasi nikel termasuk mengembangkan ekosistem mulai dari penambangan bijih nikel hingga mobil listriknya.

"Ekosistem mulai dari bijih nikel sampai mobil listrik sudah terbentuk, ini sudah jalan. Saya yakin dalam satu-dua tahun ke depan akan semakin lengkap. Itu akan menarik bagi investor untuk masuk, apakah investasi atau pengolahan produk turunan atau bahkan masuk ke industri baterai dan mobil listriknya. Artinya ada prospek bagi pasar," katanya.

Kedua, pemerintah juga perlu memberikan insentif fiskal untuk menggenjot pengembangan industri hilirisasi nikel. Insentif fiskal termasuk pembebasan pajak hingga bebas impor peralatan untuk pengembangan industri.

"Apalagi kita punya bahan baku dalam jumlah besar. Bijih nikelnya saja sudah punya daya tarik sendiri," katanya.

Kemudian, lanjut Fahmy, yaitu menciptakan iklim investasi yang mendukung, salah satunya dengan mempermudah perizinan hanya di satu pintu. Menurutnya, meski sudah ada OSS, saat ini proses perizinan masih panjang dan berjenjang, belum lagi perizinan di daerah.

"Ini harus diperbaiki, seperti komitmen Presiden Jokowi untuk membuat izin di satu pintu. Kalau tiga hal ini dilakukan, saya yakin industri ekosistem industri nikel sampai dengan mobil listrik akan bisa jalan dengan baik," katanya.

Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (21/11/2022) lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa Indonesia akan mengajukan banding atas putusan WTO yang menyatakan bahwa Indonesia kalah dalam sengketa gugatan larangan ekspor nikel yang diajukan Uni Eropa.

Dalam putusan WTO itu dinyatakan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

"Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding," kata Arifin Tasrif.

Arifin mengatakan pemerintah akan mempertahankan kebijakan hilirisasi nikel dengan cara mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement