Kamis 24 Nov 2022 20:44 WIB

Ancaman Resesi 2023, Pelayaran Nasional Optimistis dan Waspada

Saat ini industri pelayaran nasional tengah dihadapkan situasi sulit.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menjelaskan optimisme pelayaran nasional dalam menghadapi ancaman resesi 2023.
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menjelaskan optimisme pelayaran nasional dalam menghadapi ancaman resesi 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha pelayaran nasional optimistis dan tetap waspada menghadapi ancaman resesi global pada 2023. Ketua Umum DPP Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menjelaskan, industri pelayaran nasional tengah dihadapkan pada situasi sulit. 

"Kami optimistis ekonomi nasional akan kuat menghadapi kondisi global. Hal ini seiring dengan proyeksi banyak lembaga terhadap ketahanan Indonesia hadapi situasi ekonomi tahun depan," kata Carmelita saat ditemui Gedung Kadin, Kamis (24/11/2022). 

Baca Juga

Meskipun begitu, Carmelita mengakui saat ini industri pelayaran nasional tengah dihadapkan situasi sulit. Dia menegaskan, kini pelayaran nasional harus siap menghadapi ancaman resesi global pada 2023. 

International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia memproyeksikan ekonomi nasional tumbuh positif lima dan 5,1 persen pada 2023. Sementara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memproyeksikan ekonomi nasional tumbuh berkisar 4,6 persen hingga 5,3 persen pada 2023.

“Banyak lembaga memproyeksikan ekonomi nasional masih pada jalur pertumbuhan positif di tahun depan. Tapi tetap kita harus memastikan bahwa daya beli masyarakat di dalam negeri terjaga baik sehingga ekonomi di dalam negeri tetap kuat,” jelas Carmelita. 

Untuk itu, Carmelita menilai sektor pelayaran nasional tidak akan terlalu terdampak dari sentimen negatif kondisi ekonomi 2023. Jika terjadi penurunan kegiatan ekspor pada tahun depan, Carmelita memproyeksikan hal tersebut akan berdampak pada kegiatan kapal angkutan ekspor impor dan kapal feeder. 

Meskipun begitu, hingga Oktober lalu nilai ekspor Indonesia masih tetap tumbuh positif. BPS mencatat nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari–Oktober 2022 mencapai 244,14 miliar dolar AS atau naik 30,97 persen dibanding periode yang sama pada 2021. 

Sementara ekspor nonmigas mencapai 230,62 miliar dolar AS atau naik 30,61 persen. Pada sektor angkutan kontainer di domestik masih akan tumbuh positif mengikuti pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun depan.  

Lalu pada sektor curah kering batu bara masih akan tumbuh positif meski tidak secemerlang sebelumnya. Seiring dengan kebutuhan batu bara di dalam negeri, begitu juga dengan kebutuhan ekspor.

Carmelita menambahkan, kebijakan hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang tengah digenjot pemerintah juga sedikit banyak akan memberikan dampak terhadap angkutan curah kering. Menurutnya, kebijakan hilirisasi SDA akan memberikan nilai tambah bagi ekspor Indonesia pada masa mendatang dan dari sisi pelayaran nasional di domestik akan menjadi peluang adanya peningkatan muatan karena adanya angkutan raw materials ke smelter.

Dari sisi suplai, Carmelita menilai penambahan tonase tidak terlalu signifikan karena sentimen permintaan rendah karena Covid-19. Selain itu perubahan persyaratan teknologi dan tingginya harga pembangunan kapal baru. 

"Walaupun kapal tertahan untuk diskrap karena tingkat market freight yang melonjak, penambahan tonase tidak berubah sinifikan. Melihat kondisi seperti itu,  market pda 2023 menunjukan kondisi yang cukup menjanjikan," tutur Carmelita. 

Pada jenis kapal offshore, Carmelita menilai masih akan tetap tumbuh meski tidak akan signifikan pada 2023. Dia menuturkan hal tersebut dikarenakan masih ada tanda-tanda peningkatan kebutuhan kapal penunjang offshore.

Carmelita menegaskan, pelayaran nasional juga lebih percaya diri dalam menghadapi sentimen global tahun depan. Hal tersebut dikarenakan pelayaran telah banyak mengambil pelajaran dan berhasil melewati badai Covid-19. 

Meskipun begitu, Carmelita mewaspadai adanya penaikan biaya perawatan kapal karena fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal tersebut mengingat 70 persen komponen kapal masih impor. 

“Jadi ancaman resesi pada 2023 mungkin akan berdampak bagi pelayaran nasional. Tapi selama konsumsi domestik kita masih tumbuh, maka dampaknya tidak signifikan. Kita meski optimistis, tapi harus bersikap waspada atas situasi ekonomi tahun depan," ungkap Carmelita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement