Rabu 23 Nov 2022 06:35 WIB

Cianjur Digoyang Gempa Sesar Cimandiri, Jakarta Juga Harus Waspadai Sesar Baribis

Gempa sesar Baribis pernah mengguncang kawasan Jakarta pada masa Hindia Belanda.

Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pelajar berkumpul di lapangan Balai Kota Jakarta, Senin (21/11/2022). Gempa berkekuatan 5,6 SR yang terjadi di Cianjur hingga terasa di Jakarta membuat ASN berhamburan untuk menyelematkan diri. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pelajar berkumpul di lapangan Balai Kota Jakarta, Senin (21/11/2022). Gempa berkekuatan 5,6 SR yang terjadi di Cianjur hingga terasa di Jakarta membuat ASN berhamburan untuk menyelematkan diri. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mabruroh, Arie Lukihardianti, Dian Fath Risalah 

Gempa magnitudo 5,6 yang dipicu oleh gerakan sesar Cimandiri di Cianjur telah menelan korban jiwa setidaknya 268 orang hingga Selasa (22/11/2022). Gempa yang menghantam Jawa Barat itu seketika mengingatkan Ibu Kota Jakarta yang memiliki dataran yang relatif tidak stabil sehingga juga rawan akan bahaya gempa.

Baca Juga

Peta sejarah gempa di Jakarta mencatat, gempa sesar Baribis pernah mengguncang kawasan Jakarta pada masa Hindia Belanda yakni pada 5 Januari 1699 dengan kekuatan 8 Skala Richter. Lalu gempa bumi pada 22 Januari 1780 dengan kekuatan 8,5 Skala Richter.

Lalu apa sebenarnya gempa sesar Baribis ini? Menurut peneliti geosains dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Febty Febriani, Sesar Baribis merupakan sesar aktif yang membentang dari timur hingga barat Pulau Jawa. 

“Sesar Baribis ini melewati beberapa kota seperti Subang, Cirebon, Majalengka, Pemalang, dan Pekalongan yang memiliki beberapa segmen, beberapa lokasi-lokasi tertentu. Artinya tidak memanjang melurus begitu,” kata Febty dalam sambungan telepon, Selasa (22/11/2022).

Menurut Febty, belum ada penelitian yang bisa mengungkapkan seberapa besar daya rusaknya. Namun dia meyakini, akan berdampak sangat besar, terutama di kota-kota yang padat penduduk atau di kawasan yang memang struktur tanahnya relatif tidak stabil.

Misalnya saja gempa-gempa besar yang pernah menerjang Banten seperti Januari 2018, Agustus 2019, dan Januari 2022. Sehingga meskipun jauh dari pusat gempa, tetapi rambatan gempanya tetap terasa hebat di Jakarta.

Karena itulah, ungkap Febty, yang terpenting dari bencana alam ini adalah bagaimana alam bawah sadar manusia sudah disiapkan ketika berhadapan dengan gempa bumi. Sehingga ketika gempa bumi terjadi, tubuh secara spontan akan tahu untuk berlindung ke mana dan apa yang harus dilakukan.

“Jakarta itu memang di sejarah masa lampau memang pernah terjadi gempa besar namun karena memang Jakarta dekat Banten yang sering terjadi gempa, juga di investigasi kemungkinan berhubungan dengan sesar Baribis, memang mitigasinya bukan hanya Jakarta tapi juga Jabodetabek, memang harus kita kuatkan, baik di satuan pendidikan, perkantoran, maupun di perumahan-perumahan ini yang mungkin bisa kita lakukan di saat-saat sekarang, bagaimana meningkatkan pengetahuan alam bawah sadar terkait latihan menghadapi evakuasi gempa,” kata Febty.

Lalu seberapa besar potensi ancaman gempa sesar Baribis untuk Jakarta? Menurutnya, sebagai orang yang hidup di daerah yang rawan gempa terutama di Pulau Jawa, ancaman itu akan selalu ada. Baik oleh sesar Baribis, sesar lembang, sesar Cimandiri dan lain sebagainya.

Jadi, ungkapnya, yang perlu dilakukan saat ini adalah bersiap. Karena memang sampai dengan saat ini belum ada penelitian yang bisa memastikan kapan gempa itu akan terjadi, di mana lokasinya, dan berapa kekuatannya. 

“Itu belum ada. Jadi yang kita lakukan itu sebagai orang yang hidup di daerah rawan bencana, harus bersiap dan menyiapkan pengetahuan alam bawah sadar kita untuk bersiaga ketika gempa terjadi,” jelasnya.

“Bagaimana caranya? Misalkan ketika gempa terjadi di dalam gedung apa yang harus kita lakukan, kemudian ketika anak di sekolah apa yang harus dilakukan, ketika diperkantoran apa yang harus dilakukan, itu harus dituntaskan karena masih sangat-sangat kurang baik di jabodetabek,” sambungnya.

Febty yang sempat tinggal lama di Jepang, mengaku bahwa pendidikan penanggulangan gempa bumi di Negeri Sakura sudah diajarkan sejak anak-anak memasuki usia pra sekolah. Yakni, sejak tingkat daycare hingga di perguruan tinggi, percobaan penanggulangan gempa bumi selalu diulang setiap tahun.

Baca juga : Ditelpon MBZ, Jokowi: UEA Siap Bantu Penanganan Dampak Gempa Cianjur

“Ketika saya di Jepang, memang ketika ada gempa saya kaget tapi cepat recovery-nya (pemulihan), karena di Jepang mulai dari daycare sampai di universitas latihan menghadapi gempa itu rutin setiap tahunnya,” tegas dia. 

Karena itu, dia berharap agar Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Kota dapat menggandeng Badan Penanggulamgan Bencana Daerah (BPDB) untuk melakukan mitigasi bencana gempa ini.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement