Senin 21 Nov 2022 19:19 WIB

DPR Pertanyakan Sikap Pemerintah Soal DCA dan FIR dengan Singapura

DCA akan diratifikasi oleh DPR untuk menjadi undang-undang.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Anggot Komisi I DPR Fraksi PDIP, TB Hasanuddin.
Foto: dok. Istimewa
Anggot Komisi I DPR Fraksi PDIP, TB Hasanuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengaku bingung dengan pemerintah soal perjanjian antara Indonesia-Singapura terkait kerja sama pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA) dan Flight Information Region (FIR). Pasalnya, DCA akan diratifikasi oleh DPR untuk menjadi undang-undang.

Sedangkan, FIR diratifikasi oleh pihaknya lewat peraturan presiden (Perpres). Ditambah pemerintah hingga saat ini belum menjelaskan lebih detail terkait dua perjanjian tersebut dengan Komisi I.

Baca Juga

"Kita belum jelas apakah misalnya DCA ini ada hubungan misalnya dengan FIR, FIR ada hubungan dengan ekstradisi, ekstradisi ada hubungan dengan pinjaman duit dan sebagainya, kita belum tahu nih," ujar Hasanuddin dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pembahasan DCA, Senin (21/11/2022).

Secara khusus ia mengkritisi DCA atau kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Singapura. Pasalnya, ada alasan terkait kedaulatan negara sehingga Komisi I menolak untuk meratifikasinya pada 2007.

Di samping itu, draf RUU tentang DCA saat ini juga masih sama dengan yang ada pada 2007. Ditambah, pemerintah juga belum menjelaskan lebih detail terkait poin-poin yang akan diatur di dalamnya.

"Dipaparkan dulu seperti ini, seperti ini, apakah ini melanggar aturan ketentuan-ketentuan yang kita miliki. Dalam artian kita harus tetap mempertahankan eksistensi kita, menjaga kedaulatan kita atau kita serahkan sebagian karena hanya dapat duit dan sebagainya," ujar Hasanuddin.

Diketahui, pemerintah akan memproses ratifikasi perjanjian antara Indonesia dan Singapura, yaitu perjanjian FIR, DCA, dan perjanjian ekstradisi. Dari tiga perjanjian itu, yang akan diratifikasi dalam bentuk undang-undang ke DPR hanya dua, yakni ekstradisi dan DCA. Sedangkan perjanjian FIR akan diratifikasi dengan Perpres.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan, dalam tata hukum di Indonesia, perjanjian internasional harus diratifikasi agar memiliki daya laku. Namun, tidak semua harus diratifikasi dengan undang-undang.

"Ada yang cukup dengan Perpres, Permen atau MoU biasa. Yang harus diratifikasi dengan UU, antara lain, perjanjian yang terkait dengan pertahanan dan hukum," ujar Mahfud.

 

photo
Negara Pembeli Jet Tempur Rafale - (dw/aljazirah/france24)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement