Senin 21 Nov 2022 19:35 WIB

China Beri Catatan pada Hasil Konferensi Iklim PBB

China beranggapan tata kelola iklim global masih jauh.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, berbicara pada KTT Iklim PBB COP27, Selasa, 8 November 2022, di Sharm el-Sheikh, Mesir.
Foto: AP Photo/Peter Dejong
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, berbicara pada KTT Iklim PBB COP27, Selasa, 8 November 2022, di Sharm el-Sheikh, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – China menyambut kesepakatan yang telah tercapai dalam United Nations Climate Change Conference (COP27) yang digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir. Kendati demikian, Beijing menilai, masih ada jalan panjang bagi kerja sama global untuk membatasi kenaikan suhu bumi.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan, negaranya menyambut kesepakatan pembentukan mekanisme pendanaan bagi negara-negara rentan terdampak perubahan iklim. Namun terkait hal itu, Beijing tetap memberikan catatan.

“Peta jalan untuk menggandakan pendanaan adaptasi global masih belum jelas, yang tidak kondusif untuk membangun rasa saling percaya antara utara dan selatan,” kata Mao dalam pengarahan pers, Senin (21/11/2022).

Oleh sebab itu, Mao berpendapat, tata kelola iklim global masih jauh. “Negara-negara maju masih belum memenuhi komitmen mereka untuk menyediakan dana iklim sebesar 100 miliar dolar AS untuk negara-negara berkembang setiap tahun,” ujarnya.

Dalam COP27, China menolak gagasan bahwa ia seharusnya tidak lagi dianggap sebagai negara berkembang. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, Negeri Tirai Bambu masuk dalam kategori sebagai negara pencemar terbesar di tingkat global.

COP27 berhasil menghasilkan kesepakatan tentang pembentukan mekanisme pendanaan untuk memberi kompensasi “kerugian dan kerusakan” kepada negara-negara rentan yang terdampak perubahan iklim. Hal itu disambut positif, terutama oleh negara-negara berkembang yang sedari awal memang menuntut adanya kompensasi akibat pencemaran oleh negara-negara kaya atau maju.

Namun COP27 gagal mendorong pengurangan emisi lebih lanjut guna mempertahankan tujuan aspiratif, yakni membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius dari tingkat pra-industri. PBB dan Uni Eropa telah mengutarakan kekecewaan atas kegagalan tersebut.

“Planet kita masih dalam keadaan darurat. Kita perlu mengurangi emisi secara drastis sekarang, dan ini adalah masalah yang tidak dibahas COP ini,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Ahad (20/11/2022), dikutip Anadolu Agency.

Sementara itu Wakil Presiden Komisi Eropa Frans Timmermans mengungkapkan, hasil COP27 di Mesir bukan langkah cukup untuk memajukan pengurangan emisi. "Itu tidak memberikan upaya tambahan yang cukup bagi penghasil emisi besar untuk meningkatkan dan mempercepat pengurangan emisi mereka," kata Timmermans yang hadir langsung di Sharm el-Sheikh.

Prancis sebagai salah satu negara maju di dunia turut menyesalkan kurangnya ambisi pengurangan emisi pada hasil akhir COP27. Menteri Energi Prancis Agnes Pannier-Runacher mengatakan, COP27 tidak membuat kemajuan dalam komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca serta penghentian penggunaan bahan bakar fosil.

“Perjanjian COP27 mungkin tidak memenuhi ambisi Prancis dan Uni Eropa, tapi mempertahankan hal yang paling penting: menggarisbawahi tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius dan mendesak negara-negara melakukan upaya ekstra mulai 2023. Menegaskan kembali tujuan ini sangat penting dalam konteks global krisis iklim dan energi,” kata Pannier-Runacher.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement