Sabtu 19 Nov 2022 17:19 WIB

Kena PHK Sektor Teknologi? Jangan Takut, Banyak Sektor Konvensional Butuh Tenaganya

Peluang pekerjaan di bidang teknologi masih terbuka dan akan terus meningkat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Pekerja melihat pergerakan saham GoTo (Gojek Tokopedia) di Jakarta, Jumat (18/11/2022). PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) memutuskan untuk melakukan pengurangan karyawan sebanyak 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap Grup GoTo sebagai dampak menghadapi tantangan makro ekonomi global.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Pekerja melihat pergerakan saham GoTo (Gojek Tokopedia) di Jakarta, Jumat (18/11/2022). PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) memutuskan untuk melakukan pengurangan karyawan sebanyak 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap Grup GoTo sebagai dampak menghadapi tantangan makro ekonomi global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (Pustek UGM), Hempri Suyatna, menilai, talenta atau pekerja di sektor teknologi yang terdampak efisiensi belakangan ini tidak perlu khawatir. Sebab, mereka memiliki keterampilan yang langka dan banyak dibutuhkan oleh dunia usaha saat ini baik di perusahaan startup maupun non-startup.

"Saya melihat para karyawan di sektor teknologi ini memiliki skill di atas rata-rata dan dibutuhkan dalam pekerjaan yang ada kaitannya dengan digitalisasi. Mereka bisa bertransformasi di sektor lain seperti membantu mengembangkan startup maupun perusahaan yang memang membutuhkan talenta mereka. Artinya peluang mereka untuk terlibat atau bekerja di sektor formal terbuka luas," ujar Hempri, Sabtu (19/11/2022).

Baca Juga

Hempri menambahkan, talenta-talenta di sektor teknologi itu juga dapat mengembangkan kemampuan mereka dengan masuk ke bidang lain yang berbasiskan teknologi. Sebab selama ini, kata dia, jenis dari perusahaan teknologi masih banyak yang serupa, di mana sebagian besar dari mereka bergerak di e-commerce, transportasi, wisata, maupun fintech.

“Nah, alangkah bagusnya jika mereka bisa mengembangkan pekerjaan berbasis digital ini di sektor lain seperti misalnya sektor pertanian, kelautan, atau sektor lain yang selama ini kurang terpikirkan,” kata Hempri. Dia melanjutkan, peluang pekerjaan di bidang teknologi masih cukup terbuka dan akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada 2030 mendatang.

Hal senada diungkapkan Ekonom Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras Adha. Menurut dia, karyawan yang pernah bekerja di perusahaan-perusahaan teknologi besar akan lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan.

"Misalnya mantan karyawan GoTo, dia akan lebih mudah diserap pasar. Mereka akan punya kesempatan kerja lebih tinggi. Yang membedakan mungkin dari lama tunggunya dan bergantung pada pengalaman kerja yang memang bervariasi," kata dia.

Terlebih saat ini hampir seluruh perusahaan di berbagai sektor tengah berupaya melakukan digitalisasi, termasuk sektor-sektor formal. Sehingga SDM di bidang teknologi akan sangat dibutuhkan.

"Seperti pascapandemi, ada dua sektor industri yang berkembang cukup pesat, yaitu sektor konstruksi dan perdagangan. Dua sektor itu tentu membutuhkan SDM dibidang teknologi. Jadi tinggal bagaimana SDM tersebut melakukan adaptasi sesuai dengan budaya dan lingkungan kerja yang baru," ujar Farras.

Terkait alasan di balik efisiensi karyawan, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan, ada beberapa penyebab terjadinya pengurangan karyawan di perusahaan-perusahaan teknologi global seperti Amazon, Meta, dan Twitter. Menurut Bhima, perusahaan perlu melakukan efisiensi untuk menekan biaya di tengah kondisi ekonomi global yang menghadapi tantangan cukup berat di tahun depan. Selain itu juga agar bisnis perusahaan tersebut dapat tumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang.

Penyebab lain adalah adanya faktor reorganisasi perusahaan, sebagai contoh Twitter. Setelah diambil alih Elon Musk, Twitter melakukan reorganisasi dengan mengurangi hamper setengah dari total karyawannya. Dengan kondisi seperti itu, ditambah ancaman resesi global, perusahaan ini harus memperkecil unit bisnisnya.

“Apa yang terjadi di global, efeknya tentu juga terbawa ke Indonesia. Kalau di global terjadi pemangkasan atau reorganisasi massif, maka efeknya banyak perusahaan rintisan atau startup di Indonesia melakukan hal yang sama untuk bertahan,” jelas Bhima.

Seperti diketahui, dunia usaha global dan nasional tengah menghadapi kondisi yang kurang baik. Alhasil sejumlah perusahaan yang bergerak di berbagai sektor, terpaksa melakukan efisiensi karyawan dalam beberapa bulan terakhir.

Situasi kurang kondusif turut menimpa perusahaan-perusahaan raksasa teknologi dunia seperti Amazon, Meta, dan Twitter. Tak hanya di lingkup global, beberapa perusahaan teknologi di Indonesia juga mengalami situasi serupa, seperti Shopee, Grab dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement