Jumat 18 Nov 2022 20:59 WIB

Kementan: Harga Beras Bakal Turun Awal 2023, Tapi tak Serendah 2022

Kementan menyebut harga beras tidak bisa rendah karena persoalan ongkos produksi

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja membersihkan beras yang akan dijual di Pasar Induk Cipinang, Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksi harga beras akan segera turun pada musim panen pertama awal 2023 mendatang. Namun, tren penurunan harga tak akan kembali seperti di tahun-tahun sebelumnya.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Pekerja membersihkan beras yang akan dijual di Pasar Induk Cipinang, Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksi harga beras akan segera turun pada musim panen pertama awal 2023 mendatang. Namun, tren penurunan harga tak akan kembali seperti di tahun-tahun sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksi harga beras akan segera turun pada musim panen pertama awal 2023 mendatang. Namun, tren penurunan harga tak akan kembali seperti di tahun-tahun sebelumnya.

"Saat musim panen nanti yang jelas harga akan turun. Tapi apakah lebih tinggi dari tahun sebelumnya? Saya pastikan akan lebih tinggi," kata Ismail dalam konferensi pers, Jumat (18/11/2022).

Ia menjelaskan, ongkos produksi gabah dipastikan sudah naik imbas kenaikan harga BBM di tahun ini. Itu juga berdampak pada kenaikan biaya benih karena meningkatnya upah di penangkaran. 

"Ongkos truk (pengangkutan) sudah naik. Kondisi perpupukan internasional juga tidak mereda. Jadi saya pastikan (harga) naik," kata Ismail.

Menurut Ismail, lantaran adanya penyesuaian harga itu, Kementan pun harus mengoreksi besaran bantuan benih padi yang biasa diberikan kepada petani. Namun, Ismail belum dapat menjelaskan detail perubahan bantuan yang dimaksud. Kementan masih terus membahas bersama para pihak terkait.

"Pemerintah akan tetap berperan untuk memberikan bantuan benih dan juga subsidi pupuk. Usaha pemerintah sudah luar biasa," kata dia.

Oleh sebab itu ia menegaskan, tren kenaikan harga beras belakangan ini bukan disebabkan oleh turunnya produksi secara nasional. Namun lantaran sejumlah faktor biaya produksi tersebut.

Ismail menambahkan kenaikan harga di akhir tahun memang biasa terjadi karena ketersediaan pasokan beras yang rendah karena efek musiman. Namun, harga menjadi jauh lebih tinggi karena sejumlah komponen biaya produksi yang meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rata-rata harga gabah kering giling (GKG) hingga Oktober 2022 mencapai Rp 5.802 per kg di petani atau yang tertinggi sejak awal tahun. Begitu pula dengan harga beras yang mencapai level tertinggi sebesar Rp 9.834 per kg di tingkat penggilingan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement