Jumat 18 Nov 2022 10:52 WIB

Jika Sumber APBN tak Jelas Halal dan Haram, Bagaimana Status Gaji ASN?

Gaji ASN dari sumber APBN yang belum jelas dihukumi halal.

Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Gaji ASN dari sumber APBN yang belum jelas dihukumi halal
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Gaji ASN dari sumber APBN yang belum jelas dihukumi halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sejumlah pertanyaan mencuat terkait dengan kehalalan gaji aparatur sipil negara (ASN). Apakah gaji yang mereka terima adalah halal hukumnya?

 

Baca Juga

Menurut anggota Dewan Syariah Nasional DSN-MUI, Dr Oni Syahroni, menjelaskan bagi ASN, gaji yang didapatkannya itu halal saat tugas dan aktivitasnya halal, seperti tenaga pendidik di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit, karyawan di instansi telekomunikasi dan transportasi, serta infrastruktur asasi negara lainnya. Kesimpulan tersebut didasarkan pada tuntunan berikut.

 

Pertama, dari sisi APBN sebagai sumber gaji PNS. Sumber gaji ASN dari APBN tidak berarti aktivitas dan gaji PNS menjadi tidak halal karena tidak diketahui komposisi dana halal dan tidak halalnya.

 

Menurut sebagian ulama fikih, apabila ada sumber dana terdiri atas dana yang halal dan dana yang tidak halal bercampur (digabung), tetapi tidak diketahui komposisi masing-masing dana tersebut, maka diperlakukan sebagai dana yang halal.

 

Sebagaimana penegasan an-Nawawi, "Jika terjadi di sebuah negara, dana haram yang tidak terbatas bercampur dengan dana halal yang terbatas, maka dana tersebut boleh dibeli, bahkan boleh diambil kecuali ada bukti bahwa dana tersebut bersumber dari dana haram. Jika tidak ada bukti, maka tidak haram." (al-Majmu; syarhu al-muhadzdzab, Abi Zakariya al-Anshari, al-Mathba'ah al-muniriyah hal 418, al-Bahru al-muhith, az-Zarkasyi, 1/342).

 

Sebagaimana juga penjelasan Ibnu Taimiyah, "Adapun orang yang bertransaksi secara ribawi, yang dominan adalah halal kecuali diketahui bahwa yang dominan adalah makruh." (Majmu' al-fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiyah, Beirut, dar-al-Kutub al-'ilmiah, cet. I, 1408 H / 1987 M, 29/268).

 

Ibnu Nujaim menjelaskan, "Jika terjadi di sebuah negara, dana halal bercampur dengan dana haram, dana tersebut boleh dibeli dan diambil, kecuali jika ada bukti bahwa dana tersebut itu haram." (Al-Asybah wa an-Nadzair, Ibnu Nujaim, 345).

 

Kedua, percampuran dan kebutuhan ASN akan gaji dari sumber tersebut menjadi sesuatu yang sulit dihindarkan berdasarkan kaidah 'Umum al-Balwa (sesuatu yang sulit dihindarkan).

 

Pencampuran antara dana halal dan tidak halal, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain di dunia itu sulit dihindarkan. Pada saat yang sama, menyediakan sumber gaji para ASN dari sumber dana yang sepenuhnya halal itu menjadi kesulitan dalam banyak kondisi. 

 

Berdasarkan kaidah raf'ul haraj wal hajah al-ammah (meminimalisasi kesulitan dan memenuhi hajat umum). (Dhowabith taqdim al-khadamat almashrifyah fi al-buhuk at-taqlidiyah – tajribatu al-bank al-ahli at-tijari, Said alMarthan, hal. 33-34). 

 

Ketiga, dari sisi fikih muwazanah, jika menjadi ASN tidak dibolehkan hanya karena APBN menjadi sumber gajinya, kerugian riil dan masif akan terjadi. 

 

Hal ini akan mempersulit aktivitas pendidikan, kesehatan, dan sejenisnya di Indonesia serta dengan sendirinya kebutuhan asasi masyarakat tidak terpenuhi dan terbengkalai. 

 

Keempat, dari sisi akad, selama jasa yang diberikan oleh PNS dalam bentuk kinerja dan aktivitasnya halal, maka kompensasi yang didapatkannya halal walaupun sumber fee-nya tidak halal. 

Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat 

 

 

Seperti seorang dokter yang menerima upah atas jasa konsultasi medis dari seorang pasien yang bekerja di usaha yang syubhat atau tidak halal. 

 

Sebagaimana penegasan para ahli fikih di antaranya, "Boleh bertransaksi dengan para pihak yang dengan sumber hartanya bercampur antara yang halal dengan yang haram, selama tidak diketahui komposisinya. Sebagaimana Rasulullah SAW juga bermitra dengan orang-orang Yahudi, di mana mereka (orang Yahudi) menghalalkan jual beli khamr dan bertransaksi riba." (al-Majmu' Syarah al-Muhazzab, 13/178). 

 

“Oleh karena itu, lanjutkan sebagai seorangASN yang profesional dan amanah serta dedikasikan semua kinerja untuk Allah SWT. Insya Allah halal dan berkah,” kata Ustadz Oni penyabet gelar doktoral fiqih perbandingan mazhab Universitas Al-Azhar Mesir ini.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement