Rabu 16 Nov 2022 20:17 WIB

SBY dan Megawati Satu Meja di G20, Ini Analisis Peneliti BRIN

Pertemuan Mega dan SBY serta sejumlah tokoh lain penting dalam konteks silaturahim.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri bersama Try Sutrisno, Hamzah Haz, dan M Jusuf Kalla.
Foto: @jansen_jsp
Pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri bersama Try Sutrisno, Hamzah Haz, dan M Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengatakan pertemuan antara dua tokoh bangsa sekaligus mantan presiden, yakni Megawati Sukarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di acara makan malam KTT G20 di GWK, Bali, Selasa (15/11/2022), malam bisa memberikan kesan positif dalam konteks silaturahmi. Namun ia menilai kesan tersebut tidak dalam konteks politik.

"Saya kira pertemuan keduanya, termasuk banyak tokoh bangsa di acara makan malam KTT G20 itu sangat positif dalam konteks silaturahim, menjaga suasana (politik) agar tidak panas. Tapi itu sekedar basa basi politik, tidak terlalu menyentuh persoalan yang lebih dari itu," kata Firman kepada wartawan, Rabu (16/11/2022).

Baca Juga

Maksudnya, pertemuan Megawati dan SBY pada makan malam itu tidak akan mempengaruhi keputusan politik dari PDI Perjuangan atau Partai Demokrat. Termasuk juga soal bentuk dukungan politik untuk calon presiden (capres) di 2024. Meskipun masing masing pihak ada komunikasi tapi, ia yakin bukan komunikasi politik, dan tidak akan menjadi keputusan juga di masing-masing partai dan pendukungnya.

Karena secara historis dan basis massa dari kedua kubu, baik kubu Megawati dan kubu SBY, selama ini tidak pernah menemukan titik temu. Bahkan hingga bentuk dukungan capres. Ini terlihat ketika Demokrat cenderung mendukung Anies dengan mendorong nama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon wakil presiden (cawapres).

"Jadi pertemuan itu silaturahim biasa, tapi tidak bisa menjadi jembatan komunikasi politik," terangnya.

Walaupun diakui dia, pertemuan keduanya yang dianggap cukup langka bisa ditafsirkan sebagai simbol politik yang bermacam-macam. Tapi ia melihat perjalanan sampai saat ini, kedua tokoh yakni Megawati dan SBY memiliki preferensi politik yang tidak sama.

Termasuk, Firman juga menanggapi pertemuan antara Anies Baswedan dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming dalam kesempatan sarapan bersama di Solo di waktu yang hampir bersamaan. Menurut dia, Gibran saat ini belum memiliki kekuatan politik riil, dan belum menjadi bursa di kandidat Pilkada manapun.

"Tapi publik melihat ini menjadi ramai ketika diarahkan ke soal pencapresan. Wajar sekarang, every single moment dari tokoh politik, akan penuh tafsir di mata masyarakat," ujar Firman.

Padahal sebenarnya pertemuan Anies dengan Gibran itu hanya basa basi dalam konteks menjaga kesopanan politik. Kalau Anies mau membantah disebut antitesis Jokowi, maka ia perlu menunjukkan kerja yang memang sejalan dengan Jokowi, bukan sekedar bertemu sekali Gibran, sebagai anaknya Jokowi.

"Antitesis harus dibantah, tapi bukan dengan sekedar bertemu dengan Gibran selaku anaknya Jokowi. Tapi juga momen kerja kerja yang riil sesuai harapan dan warisan dari kebijakan Jokowi," terangnya.

Sebelumnya mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkunjung ke Solo dan menggelar sesi sarapan bersama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming di Hotel Novotel, Selasa (15/11/2022) pagi. Sesi sarapan bersama tersebut berlangsung mulai pukul 07.30 WIB hingga 08.26 WIB.

Namun pertemuan itu disikapi berbeda oleh politisi PDIP. Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menilai ada kepentingan dan maksud tertentu dari Anies Baswedan yang menemui Wali Kota Solo Gibran Rakabuming sekaligus putra Presiden Joko Widodo. Anies dinilai ingin memecah belah PDIP demi kepentingan maju sebagai capres di 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement