Rabu 16 Nov 2022 16:08 WIB

Badan Pangan Usulkan Dana Kredit Murah Rp 3 T untuk BUMN Kelola Cadangan Pangan

Nantinya BUMN yang mengambil kredit akan dibebankan bunga rendah sekitar 4,75 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Bunga kredit murah (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Bunga kredit murah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) mengusulkan adanya dana kredit murah untuk BUMN sebanyak Rp 3 triliun untuk mengelola cadangan pangan pemerintah (CPP) tahun ini. Setidaknya terdapat 11 komoditas yang akan dikelola oleh Perum Bulog dan ID Food.

Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi menjelaskan, proses penyediaan dana itu masih tahap finalisasi. Nantinya BUMN yang mengambil kredit akan dibebankan bunga rendah sekitar 4,75 persen.

Baca Juga

Dari total dana tersebut, sebanyak Rp 1 triliun diperuntukkan bagi Bulog untuk mengelola CPP berupa beras, jagung dan kedelai. Sementara sisanya bagi ID Food sebesar Rp 2 triliun untuk mengelola CPP bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, cabai rawit, daging ruminansia, daging dan telur ayam ras, serta gula konsumsi.

"Jadi ini bukan PMN (Penyertaan Modal Negara) tapi ini pinjaman dengan dana (bunga) murah," katanya, Rabu (16/11/2022).

Sementar itu, Ketua Komisi IV DPR, Sudin, meminta agar pemerintah khususnya Kementerian Keuangan terlebih dahulu dapat membayar utang kepada Bulog yang mencapai Rp 5,2 triliun. Utang itu atas penyaluran cadangan beras pemerintah di Bulog untuk program stabilisasi harga maupun bantuan sosial.

"Bayar dulu dong, baru nanti kalau butuh pinjaman lewat Himbara baru diberikan bunga murah," ujarnya.

Direktur Utama Bulog, Budi Waseso, mengatakan, dari keseluruhan utang tersebut, baru disetujui sekitar Rp 3 triliun, dan sisanya belum disetujui. Menurutnya, pembayaran utang masih menunggu persetujuan dari Kementerian Sosial.

Pasalnya, dalam penyaluran beras sebelumnya terdapat bantuan-bantuan yang diberikan diluar dari rencana. Seperti misalnya beras bantuan untuk PPKM akibat Covid-19.

"Menteri Sosial harus merubah keputusan menteri itu. Sehingga menjadi dasar untuk itu bisa di audit oleh BPK dan nanti dibayarkan oleh Menteri Keuangan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement