Sabtu 12 Nov 2022 13:30 WIB

Kebijakan SPSK Dinilai Melindungi Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi 

P3MI tak pernah terlibat dalam permasalahan penempatan pekerja migran nonprosedural.

Pekerja migran. (ilustrasi)
Foto: Republika
Pekerja migran. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebijakan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) yang membuka kembali penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) dinilai sebagai langkah yang tepat. SPSK secara terbatas bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini tidak mencabut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan nomor 260 tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan Penempatan TKI pada pengguna perseorangan di negara-negara Kawasan Timur Tengah.

Wakil Sekjen Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) Amri Piliang memberikan apresiasi kepada Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah atas keluarnya kebijakan ini. Apalagi kebijakan ini sebenarnya menjunjung tinggi pelindungan hak asasi manusia dan kesejahteraan Pekerja Migrain Indonesia (PMI).

"SPSK ini merupakan exit strategy Pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada selama ini terkait penempatan di sektor domestik di Arab Saudi," ujar Amri, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (12/11/2022).

Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah menyatakan poin penting yang tertuang dalam SPSK ini diantaranya penempatan PMI pada sektor domestik Arab Saudi, hanya dapat dilakukan melalui SPSK (sistem penempatan satu kanal). Kemudian, Arab Saudi berkomitmen menghentikan kebijakan konversi visa WNI menjadi visa kerja pada sektor domestik Arab Saudi.

''Jadi, yang harus di-highlight adalah larangan terkait dengan penggunaan tenaga pengguna perseorangan di Kawasan Timur Tengah," ujar Menaker. 

LP-KPK sepakat dengan pernyataan Menaker. Amri mengatakan persyaratan yang diberikan Kemnaker kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) sangat mudah. Syarat-syarat itu dinilainya mudah, transparan dan sesuai aturan. "Tak hanya itu, ini juga melindungi hak-hak pekerja migrain Indonesia,'' kata dia. 

Beberapa syarat mudah itu menurut Amri misalnya, melakukan pendaftaran secara daring melalui laman http://pptkln.kemnaker.go.id/sipptkln. ''Ini kan hal yang biasa dilakukan bagi pemerintah untuk mempermudah mitra kerjanya dalam berbagai hal secara daring dan melalui laman,'' katanya. 

Selain itu P3MI harus memiliki Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (SIPPTKI) yang masih berlaku. Ini merupakan syarat mutlak bagi P3MI yang akan menempatkan PMI ke negara penempatan.

Syarat berikutnya telah melaksanakan kegiatan penempatan PMI ke Arab Saudi pada pengguna perseorangan paling sedikit lima tahun. Program uji coba menjadi program prioritas pemerintah agar mendapat kesempurnaan. "Tentunya perlu P3MI yang berpengalaman menempatkan ke Saudi Arabia, agar program uji coba itu mendapatkan hasil maksimal,'' ujar Amri. 

P3MI juga tidak pernah terlibat dalam permasalahan penempatan pekerja migran nonprosedural. Sekarang, ujarnya, banyak P3MI yang mempunyai pengalaman namun menyalahgunakannya dengan menempatkan PMI nonprosedural atau ilegal. Bahkan hingga saat ini mereka masih merongrong pemerintah untuk menggagalkan program uji coba SPSK secara masif dan terstruktur. "Mereka sudah menjadi sindikat yang menjual anak-anak bangsa,'' kata Amri tegas.

P3MI juga tidak sedang terkena sanksi administratif dan harus menandatangani pakta integritas. Wajib untuk memastikan P3MI mengikuti aturan sesuai UU No 18 tahun 2017. Setiap P3MI juga harus memiliki ISO 9001 yang masih berlaku agar peserta program SPSK mempunyai manajemen yang terukur dan baik dengan standar internasional.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement