Rabu 09 Nov 2022 19:02 WIB

Benarkah Boleh Pukul Anak untuk Displin Sholat, Lalu Apa Wujud Kasih Sayang untuk Mereka?

Mendidik anak untuk ajarkan sholat merupakan tuntunan Islam

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
IIlustrasi mendidik anak sholat. Mendidik anak untuk ajarkan sholat merupakan tuntunan Islam
Foto: Anadolu Agency
IIlustrasi mendidik anak sholat. Mendidik anak untuk ajarkan sholat merupakan tuntunan Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendidik anak dalam Islam merupakan salah satu perkara fundamental. Fase ini adalah fase terpenting yang menentukan tumbuh kembangnya anak pada masa mendatang. 

Bagaimana penerapan kasih sayang terhadap anak, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW? 

Baca Juga

Direktur Pondok Pesantren Tahfidzul Quran (PPTQ) Ibnu Abbas Klaten, Ustadz Dr Hakimuddin Salim Lc MA, mengatakan mendidik dengan kasih sayang (uslub ra'fah), itulah asal mula pendidikan anak dalam Islam. Dia harus menjadi cara pertama dan utama yang ditempuh para orang tua. 

Dia menjelaskan, dalam sebuah riwayat, disebutkan, Rasulullah SAW pernah mencium cucunya di hadapan orang-orang Arab badui. Mereka terheran-heran dan mempertanyakan sikap beliau yang dianggap tidak jantan. Beliau pun menegaskan, Barang siapa tidak menyayangi, dia juga tidak akan disayangi. 

Pernah suatu hari cucu Nabi SAW, Hasan, naik ke atas punggung beliau ketika sedang sujud. Padahal, Rasul SAW sedang memimpin sholat. 

Sebagai imam, Nabi Muhammad SAW tetap tenang. Hingga satu, dua, tiga menit berlalu, Hasan tak mau beranjak dari punggung Nabi SAW. Mungkin dalam pikiran sang cucu, itulah kesempatan bermain kuda-kudaan dengan kakeknya.

Para jamaah yang berada di belakang Nabi Muhammad SAW tentu mulai heran, Mengapa sujud Nabi SAW selama ini? tanya mereka dalam hati.

Namun, beliau tetap tidak panik, apalagi menurunkan dan memarahi cucu tersayang. Hasan dibiarkan berada di atas punggung sesuka hatinya. Dan, Nabi tetap khusyuk memimpin sholat.

Ustadz Hakimuddin menjelaskan, dalam riwayat lain, dikisahkan, Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Kemudian, tiba-tiba Hasan datang menghampiri. Cucu beliau itu pun naik ke atas mimbar.

Bukan menghalau atau mengusirnya, Nabi Muhammad SAW dengan penuh kelembutan memeluknya dan mengusap kepalanya seraya berdoa, "Ini (cucuku) adalah seorang pemimpin. Mudah-mudahan kelak melalui tangannya, Allah SWT akan mendamaikan antara dua kelompok besar dari kaum Muslimin."  

Baca juga: Ritual Sholat Memukau Mualaf Iin Anita dan Penantian 7 Tahun Hidayah Akhirnya Terjawab 

Lantas bagaimana dengan penerapan hukuman untuk anak? Ustadz Hakimuddin mengatakan ambil contoh pelaksanaan kewajiban sholat lima waktu. Rasulullah SAW pernah bersabda: 

مرُوا أولادَكُم بالصلاةِ وهُم أبناءُ سبعِ سنينَ ، واضرِبُوهُم عليهَا وهُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ

“Perintahkanlah anakmu untuk melaksanakan sholat pada usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka (jika tidak mau melaksanakannya) pada usia 10 tahun.” 

Hadits di atas menunjukkan, pentingnya menanamkan kedisiplinan, terutama dalam ibadah. Salah satunya dengan melakukan adh-dharb (memukul), yakni saat mereka menolak melakukan perintah.

“Tentu, memukul itu bukan seperti yang dibayangkan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Maksudnya adalah memukul dengan tujuan mendidik,” kata dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut, dikutip Republika.co.id, dari Harian Republika, Rabu (9/11/2022).  

Maka, sebelum itu harus didahului dengan tahapan tahbib, membuat senang melakukan sholat. Kemudian, ta'wid (pembiasaan) dan tafhim (memahamkan). Saat semua itu tidak mempan, barulah boleh dipukul. 

Jika terpaksa memukul pun, harus sesuai dengan aturan-aturan. Tidak sembarangan. Tidak boleh memukul dengan emosi, menyakitkan, dan membekas. Jangan memukul muka atau bagian tubuh yang rawan menyebabkan kematian. Tidak boleh juga memukul lebih dari 10 kali.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement