Senin 07 Nov 2022 11:59 WIB

OJK: Outstanding Restrukturisasi Kredit Turun, Persentase Gagal Bayar Capai 11,53 Persen

OJK sebut tidak hanya outstanding restrukturisasi yang turun, tapi juga debitur.

Rep: Novita Intan / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding restrukturisasi kredit sebesar Rp 519,64 triliun per September 2022. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar Rp 23,81 triliun dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 543,4 triliun.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding restrukturisasi kredit sebesar Rp 519,64 triliun per September 2022. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar Rp 23,81 triliun dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 543,4 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding restrukturisasi kredit sebesar Rp 519,64 triliun per September 2022. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar Rp 23,81 triliun dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 543,4 triliun. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, penurunan tidak hanya terjadi pada outstanding restrukturisasi Covid-19, tetapi juga dari sisi jumlah debitur. 

"Jumlah nasabah restrukturisasi Covid-19 per September berjumlah 2,63 juta nasabah, dari sebelumnya 2,75 juta nasabah," ujarnya dalam keterangan tulis, Senin (7/11/2022).

Menurutnya pada bulan lalu persentase restrukturisasi Covid-19 yang berpotensi gagal atau masuk dalam kategori berisiko tinggi sebesar 11,53 persen. Sementara pencadangan yang sudah dilakukan terhadap LAR sebesar 39 persen atau lebih dari tiga kali lipat. 

Sedangkan yang sudah turun menjadi kredit bermasalah atau non performing loan sebesar 6,62 persen dari total kredit yang direstrukturisasi. Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang sudah dilakukan terhadap non performing loan sebesar 18,17 persen. 

Sementara itu Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menambahkan pihaknya akan melakukan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 setelah berakhir pada Maret 2023. Namun, perpanjangan tidak akan dilakukan secara menyeluruh, melainkan selektif dengan mempertimbangkan sektor, industri dan wilayah.

Menurutnya kebijakan restrukturisasi tersebut, pihaknya masih mencermati secara menyeluruh, bukan hanya kinerja kredit dan perbankan, tetapi melakukan analisis lebih dalam dari sisi sektor, industri dan wilayah dari nasabah yang ikut restrukturisasi itu. 

“Kita matangkan segera untuk melihat sektor dan wilayah yang masih butuh dukungan restrukturisasi kredit untuk selanjutnya disampaikan kebijakan relaksasinya," ucapnya.

Ke depan pihaknya berupaya memantau kebijakan restrukturisasi Covid-19 yang berlaku terbuka semua sektor, industri, dan di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement