Selasa 01 Nov 2022 08:25 WIB

Pakar Terangkan Alasan Obat Sirup Harus Diberi Zat Tambahan

Terdapat empat zat pelarut yang diperbolehkan oleh BPOM.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah obat sirop yang tidak dijual akibat larangan dari Kementerian Kesehatan di RSIA Bunda Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah obat sirop yang tidak dijual akibat larangan dari Kementerian Kesehatan di RSIA Bunda Jakarta, Kamis (20/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Anak-anak Indonesia menjadi korban kasus gagal ginjal akut akibat konsumsi obat sirup tertentu. Dosen Teknologi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dian Ermawati menjelaskan, kasus gagal ginjal atau dalam istilah medisnya Acute Kidney Injury (AKI) tersebut berasal dari zat tambahan obat sirop.

Pada dasarnya, kata dia, industri farmasi perlu memasukkan beberapa zat aktif dalam obat sirup untuk mempertahankan dan menstabilkan obat selama dua tahu. Selain mengandung parasetamol, obat sirop juga mengandung bahan aktif lainnya yaitu zat pelarut.

Baca Juga

"Fungsinya adalah untuk melarutkan air dengan bahan aktif lainnya," katanya, dikutip Selasa (1/11/2022).

Menurut dia, terdapat empat zat pelarut yang diperbolehkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol. Selain itu, ada pula bahan pelarut yang dilarang oleh BPOM yakni etilen glikol dan dietilen glikol.

Pada kasus obat sirup penyebab AKI, Dian menjelaskan, ditemukan adanya pencemaran etilen glikol dan dietilen glikol di dalam zat pelarut yang aman. Pencemaran tersebut melebihi batas ambang yang diperbolehkan sehingga menyebabkan gangguan ginjal pada penggunanya. Akibat terjadinya pencemaran pada zat pelarut tersebut, BPOM melarang penggunaan semua obat sirup baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.

Semua obat sirup untuk dewasa maupun untuk anak-anak memiliki komposisi bahan yang sama. Hal yang membedakan keduanya hanya terletak di kadar zat aktif dalam kandungannya. "Oleh karenanya, sampai pemeriksaan secara menyeluruh yang dilakukan oleh BPOM, masyarakat diharapkan untuk tidak menggunakan obat sirop,” jelasnya, dalam pesan resmi yang diterima Republika.

 

Di sisi lain, Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UMM Aghnia Disatukan Inayah mengatakan, masih banyak masyarakat yang kesulitan akibat adanya pembatasan obat sirup. Banyak orang baik dewasa maupun anak-anak yang tidak bisa menelan obat dengan baik. Bahkan ada beberapa orang yang menghancurkan obatnya lalu meminumnya bersama air agar mudah ditelan.

Dia memahami kesulitan masyarakat apalagi anak kecil memang selalu rewel ketika akan diberi obat berbentuk pil atau kapsul. Namun dia tidak menyarankan untuk menghancurkan pil secara mandiri di rumah. "Kepada orang-orang yang tidak bisa menelan obat pil sebaiknya meminta pertolongan apoteker untuk menghancurkannya menjadi bubuk agar takarannya tetap pas,” kata dosen farmasi klinis UMM itu.

Untuk menghindari gejala keracunan atau efek samping AKI pada obat lainnya, Aghnia menyarankan beberapa cara antisipasi. Pertama adalah berkonsultasi dengan dokter terkait penggunaan obat. Kedua, yakni membeli obat dari fasilitas kesehatan yang terdaftar seperti apotek. Ketiga, yaitu gunakan obat sesuai aturan lalu buang terpisah obat dan kemasan jika tidak digunakan.

Aghnia mengatakan, beberapa obat yang ada di warung tidak memiliki izin edar. Ada juga yang tidak mencantumkan aturan pakai yang sesuai. Oleh karena itu, dia menyarankan agar masyarakat membeli obat di apotek ataupun klinik terdekat. Cara pembuangan obat juga harus diperhatikan agar tidak disalahgunakan oleh seorang oknum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement