Selasa 01 Nov 2022 02:17 WIB

Pemerintah Masih Teliti Penyebab Gangguan Ginjal Akut

Penyebab gangguan ginjal akut masih diteliti apakah dari kandungan obat sirup.

Gangguan ginjal akut (ilustrasi)
Foto: Republika
Gangguan ginjal akut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan bersama instansi terkait, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih meneliti penyebab kasus gangguan ginjal akut. Di sisi lain, pemerintah sudah menjalankan beberapa kebijakan untuk mencegah penambahan korban.

"Saat ini kita sedang melakukan penelitian untuk mengetahui apa sih sebetulnya yang menyebabkan gangguan ginjal akut ini. Diduga penyebab gagal ginjal itu salah satunya keracunan, bisa dari makanan, minuman dan obat-obatan. Obat-obatan ini sedang marak beritanya. Ini menjadi keprihatinan kita bersama," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril.

Baca Juga

Syahril menegaskan kandungan obat sirup harus betul-betul diteliti untuk mengetahui mana yang bisa menyebabkan keracunan pada gijal. Setelah hasil penelitian keluar, BPOM punya tanggung jawab untuk mengevaluasi. Terbukti ada lima obat yang ditarik dari perderan karena mengandung bahan di luar standar.

Syahril menyampaikan, pemerintah sudah menghentikan sementara penggunaan obat sirup untuk anak sebagai langkah cepat untuk mencegah kasus baru. "Untuk yang sudah sakit, kita melakukan tindakan salah satunya dengan hemodialisa dan pemberian antidotum, zat penawar," ujar Syahril.

Dia mengatakan, 10 dari 11 pasien gangguan ginjal akut yang dirawat di RSCM semakin membaik setelah diberi Antidotum Fomepizole. Pemberian Fomepizole sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO). Data menunjukkan pemberian Fomepizole pada pasien gangguan ginjal akut yang diduga disebabkan oleh intoksikasi memiliki efektivitas tinggi hingga di atas 90 persen. 

"Tidak ada kematian dan tidak ada perburukan lebih lanjut. Anak tersebut sudah dapat mengeluarkan air kecil atau air seni. Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium, kadar etilen glikol dari 10 anak tersebut sudah tidak terdeteksi zat berbahaya," ujar Syahril.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement