Sabtu 29 Oct 2022 14:52 WIB

Australia Repatriasi Perempuan dan Anak-anak dari Pengungsian di Suriah

Repatriasi perempuan dan anak dari pengungsian Suriah picu kontroversi di Australia

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Bocah Suriah berdiri di depan tenda pengungsian. Repatriasi perempuan dan anak dari pengungsian Suriah picu kontroversi di Australia. Ilustrasi.
Foto: AP/Hussein Malla
Bocah Suriah berdiri di depan tenda pengungsian. Repatriasi perempuan dan anak dari pengungsian Suriah picu kontroversi di Australia. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pemerintah Australia merepatriasi empat perempuan dan 13 anak-anak Australia dari tenda pengungsian di Suriah ke Negara Bagian New South Wales. Hal ini disampaikan Menteri Dalam Negeri Clare O'Neil, Sabtu (29/10/2022).

Repatriasi yang kontroversial ini memicu kritik dari oposisi yang berhaluan ekstrem kanan, Liberal-National. Pemerintah Australia memulangkan puluhan perempuan dan anak-anak Australia yang kerabat anggota ISIS tewas atau dipenjara.

Baca Juga

Pertama kali Australia menyelamatkan delapan anak-anak dan cucu dua orang anggota ISIS dari pengungsian Suriah pada tahun 2019. Akan tetapi setelah itu Australia tidak melakukan repatriasi lagi.

"Keputusan untuk merepatriasi perempuan dan anak-anak ini diinformasikan oleh asesmen individual setelah kerja mendetail yang dilakukan badan keamanan nasional," kata O'Niel dalam pernyataannya.

Surat kabar Sydney Morning Herald dan stasiun televisi ABC melaporkan para perempuan dan anak-anak itu meninggalkan pengungsian al-Roj di utara Suriah, pada Kamis (27/10/2022) sore. Mereka menyeberangi perbatasan ke arah Irak untuk terbang ke Australia.

O'Neil mengatakan selama ini fokusnya adalah keselamatan dan keamanan semua rakyat Australia termasuk mereka yang terlibat dalam repatriasi. Pemerintah dengan hati-hati mempertimbangkan berbagai faktor keamanan, komunitas, dan kesejahteraan dalam memutuskan repatriasi.

O'Neil menambahkan repatriasi serupa juga dilakukan Amerika Serikat (AS), Italia, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Inggris, dan Kanada. Ia mengatakan tuduhan aktivitas ilegal akan terus diselidiki penegak hukum negara bagian dan federal.

Sebelumnya media Australia melaporkan banyak perempuan yang didakwa pasal terorisme atau masuk ke Suriah dengan ilegal. "Setiap pelanggaran yang teridentifikasi mungkin mengarah pada tindakan penegak hukum," kata O'Neil.

Menurutnya Negara Bagian New South Wales telah menyediakan layanan bantuan yang sangat banyak untuk membantu kelompok ini terintegrasi ulang ke masyarakat Australia. Pemimpin oposisi Peter Dutton melabelkan tindakan ini bukan untuk kepentingan terbaik negara. "Perempuan itu campuran orang-orang yang membenci negara kalian, membenci cara hidup kalian," ujarnya.

Perdana Menteri Australia Anthony Alabanes mengatakan pemerintah akan terus bertindak atas saran keamanan nasional dalam isu ini.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement