Kamis 27 Oct 2022 22:12 WIB

Cara Pelajar Muslim AS Tetap Percaya Diri di Tengah Islamofobia

Islamofobia telah lama menjadi ilusi momok.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Islamofobia
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Islamofobia telah lama menjadi ilusi momok menakutkan di negara barat. Dampaknya tentu langsung berimbas kepada kelompok Muslim yang hidup di negara-negara tersebut. 

Namun demikian terdapat kisah menarik dari seorang pelajar Islam di Amerika untuk tetap bereksistensi meski dalam jeratan Islamofobi. Dilansir di About Islam, Kamis (27/11/2022), Pelajar Muslimah di Amerika Serikat Altaf Hussain membagikan kisahnya tentang bagaimana menjadi seorang Muslim di negeri non-Muslim secara langsung akan merasa hidup di dalam akuarium yang senantiasa diawasi. 

Baca Juga

"Anda merasa hidup di dalam akuarium di mana setiap gerakan anda diawasi, di mana anda sedang dipelajari dari jauh dan dari dekat. Di mana selera anda dalam pakaian, musik, makanan, buku, seni, dan lainnya sedang dianalisis, di mana "ke-Musliman" anda menjadi perhatian orang-orang," kata Altaf. 

Stigma negatif akibat merebaknya Islamofobia kerap menyerang Altaf. Berbagai umpatan negatif hingga perlakuan fisik tidak menyenangkan pernah ia alami hanya karena ia seorang Muslimah. 

Meski berbagai umpatan dan perilaku kurang menyenangkan kerap ia dapatkan, Altaf mengaku akan terus menghadapi Islamofobia dengan kepercayaan diri dan ia enggan menutup-nutupi dirinya sebagai pemeluk Islam. Sebab, kata dia, tak ada yang salah dengan kepercayaan yang dianutnya. 

"Tetaplah percaya diri dan bangga, katakan, 'Saya bangga menjadi Muslim'," ujarnya. 

Altaf menyangkan adanya perilaku umat Islam yang takut untuk menampakkan identitas Islamnya. Hanya karena enggan dicap sebagai radikal maupun golongan ekstremisme yang keliru itu, banyak dari kalangan Muslim yang menggadaikan akidahnya. Misalnya, mereka kerap meniru cara berpakaian orang-orang non-Muslim hingga memakan makanan yang dilarang agama. 

Dia menekankan bahwa berbaur dengan kalangan non-Muslim diperbolehkan dalam agama, namun bukan berarti seorang Muslim/Muslimah menjadi berlaku seperti non-Muslim. Padahal, Altaf mengatakan, ketika dirinya dengan bangga mengatakan bahwa dia adalah seorang Muslimah, tidak ada hal buruk yang ekstrem yang ia terima. 

Baginya, menjadi seorang Islam bukan hanya perkara slogan. Namun sebuah keyakinan, iman, dan amal perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan hadis. 

Jangan malu

Sayangnya, kata Altaf, hadirnya tindakan teror yang mencatut nama Islam, sebagian dari umat Islam merasa sulit untuk mempertahankan keterikatan pada agama. Banyak dari kaum Muslimin, lanjut Altaf, memilih untuk menghindar dan enggan mengaku sebagai Muslim. Rasa malu ini datang dalam berbagai bentuk. 

Seseorang mungkin berpuasa selama Ramadhan dan ditawari makanan oleh kaum non-Muslim. Tanggapan terbaik, dalam semangat menyeru orang kepada Allah yakni dengan menginformasikan kepada orang-orang tentang ajaran Islam adalah dengan mengatakan, “Tidak, terima kasih. Saya sedang puasa."

"Sayangnya, mereka malu untuk mengatakan itu," ujarnya. 

Padahal menurutnya dengan semakin banyak orang menjadi akrab dengan Islam dan ajaran Islam, ada kemungkinan orang yang ingin tahu dan cenderung bertanya, “Apakah Anda berpuasa?” atau jika orang tersebut mengetahui bahwa Muslim berpuasa tetapi tidak yakin bahwa Anda adalah seorang Muslim, dia mungkin berkata, “Oh, saya tidak tahu bahwa Anda seorang Muslim.” 

"Atau jika orang tersebut tidak yakin apa artinya berpuasa, dia mungkin bertanya, “Apa itu puasa?” Tidak peduli apa, tujuannya harus menjadi beberapa tingkat interaksi untuk meningkatkan paparan dan pemahaman orang lain tentang Islam dan Muslim," kata Altaf. 

Pikiran akhir 

Setiap hari, peristiwa baru terungkap di panggung internasional, dan atas kehendak dan rencana Allah, umat Islam hampir selalu terlibat sebagai aktor utama, pendukung, atau simpatisan. Sebagai seorang pemuda, akan ada tanggung jawab besar untuk menjembatani kesenjangan antara Muslim dan pemeluk agama lain. 

Untuk itu Altaf menekankan bahwa dirinya membutuhkan umat Islam lain yang percaya diri. Menunjukkan diri bahwa tak ada yang salah menjadi seorang Muslim/Muslimah. Bahwa tak ada yang salah apalagi keliru dari ajaran Islam. Menurutnya dengan adanya keikutsertaan umat Muslim lain untuk percaya diri, maka hal itu akan berdampak terhadap penyebaran informasi akan budaya Islam yang lebih luas. 

"Kami membutuhkan Anda untuk memiliki pengetahuan tentang Islam, untuk menjadi kuat dalam iman Anda, untuk bangga dengan tradisi Islam Anda, dan untuk mengartikulasikan dalam presentasi Anda tentang Islam. Anda tidak punya pilihan, komunitas Muslim juga tidak mampu, untuk menghindar atau lebih buruk lagi, merasa seolah-olah Anda ingin menyembunyikan identitas Islam Anda. Dengan pertolongan dan hidayah Allah, in syaa Allah, Anda akan membantu mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam hidup Anda dan dengan bangga mengatakan kepada orang lain," kata Altaf. 

Agar senantiasa dapat percaya diri dengan keislaman, Altaf menekankan bahwa kuncinya  adalah tidak berkecil hati, tidak takut disalahkan orang lain karena mereka terus mengasosiasikan kekerasan dan gagasan palsu lainnya dengan Islam. Percaya diri dengan apa yang Anda yakini, siapa Anda, dan bahwa Anda berada di bumi untuk melayani Allah dengan melayani masyarakat tempat Anda tinggal. Kami memanjatkan do'a agar setiap kamu in sya' Allah termasuk orang-orang yang dikuatkan Allah," pungkasnya. 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement