Kamis 27 Oct 2022 15:16 WIB

Songsong Era 5.0, Digitalisasi Pendidikan Tuntut Kolaborasi

Pada era 5.0 kelak menonjolkan kompetisi bukan lagi prioritas.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Dampak dari penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia mendorong perguruan tinggi menerapkan perkuliahan daring. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah memberikan berbagai macam kemudahan.
Foto: istimewa
Dampak dari penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia mendorong perguruan tinggi menerapkan perkuliahan daring. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah memberikan berbagai macam kemudahan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Meski dihantam pandemi Covid-19, Indonesia terus mengalami digitalisasi yang pesat dalam banyak sektor, termasuk pendidikan. Pembelajaran jarak jauh tidak akan mampu diselesaikan tanpa teknologi sebagai jembatan penghubungnya.

Direktur Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Beni Suranto mengatakan, pada era 5.0 kelak menonjolkan kompetisi bukan lagi prioritas, melainkan kolaborasi. Pemilahan informasi jadi tantangan hari ini.

Informasi yang melimpah menantang masyarakat untuk mencari informasi yang bermanfaat. Terhadap perubahan tersebut, seseorang harus bisa bersikap aktif dan responsif, peduli terhadap isu-isu baik lokal maupun global yang berdampak ke kehidupan.

"Memasuki era 5.0, bidang pendidikan dituntut untuk kolaborasi," kata Beni dalam Webinar Laboratorium Mahasiswa (Labma) Scientific Fair UII, Kamis (27/10/2022).

Konten kreator pendidikan, Parama Pradana Suteja menuturkan, peralihan dari era 4.0 saat manusia sudah mampu ciptakan robot. Nantinya, pada era 5.0 tidak cuma kemampuan ciptakan robot, namun maksimalnya pemanfaatan robot dalam aktivitas.

Termasuk, lanjut Parama, dalam bidang pendidikan karena transisi pengalaman pandemi yang mengubah luring menjadi daring membuat metode pembelajaran hybrid justru akan dipakai. Ada faktor yang mempengaruhi output dalam pendidikan.

Mahasiswa Harvard University ini menerangkan, faktor internal seperti minat belajar, sedangkan faktor eksternal seperti software yang mendukung. Keduanya harus berkolaborasi sama kuat untuk menghasilkan suatu output yang cemerlang.

"Jika sudah ada software, namun tidak punya minat belajar, maka hasil kurang maksimal," ujar Parama.

Terkait inovasi pendidikan, Parama menilai, perlu ada inovasi-inovasi seperti metode project based. Melalui metode seperti itu diharapkan meningkatkan daya tarik pelajar yang sekaligus akan mampu mengasah soft skill dan hard skill.

Untuk mengubah suatu yang besar, sudah pasti butuh waktu yang tidak sebentar. Namun, perubahan kecil yang dilakukan konsisten mampu melahirkan perubahan. Misal, biasakan siswa memakai mesin pencari (Google) atau Google Classroom.

Ia merasa, suatu digitalisasi pendidikan terjadi saat terwujudnya pembelajaran asinkron yang fleksibel dapat dilakukan di mana saja. Saat ini, waktu krusial meningkatkan kemampuan dan eksplorasi diri guna menyiapkan datangnya era 5.0.

Caranya bisa mengembangkan skill interpersonal. Melatih diri dalam menyampaikan ide-ide yang ada dalam pikiran. Hal yang tidak kalah penting kemampuan memecahkan masalah seperti nanti kehidupan kita dibantu Artificial Intelligence. "Manusialah pengendali dan pemecah masalah sebenarnya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement