Selasa 25 Oct 2022 13:00 WIB

Indonesia Kembali Raih Predikat Negara Dermawan, Ketum FOZ: Kuncinya Gotong Royong

Gotong royong adalah perilaku masyarakat Indonesia.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Warga antre untuk menerima paket makanan berisi nasi dan lauk pauk serta minuman di Warung Sedekah, Jalan Sunan Kudus, Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (16/4/2022). Warung Sedekah yang buka setiap hari saat bulan Ramadhan tersebut menyediakan ratusan paket makanan yang dibagikan secara gratis kepada warga kurang mampu untuk berbuka puasa. Indonesia Kembali Raih Predikat Negara Dermawan, Ketum FOZ: Kuncinya Gotong Royong
Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Warga antre untuk menerima paket makanan berisi nasi dan lauk pauk serta minuman di Warung Sedekah, Jalan Sunan Kudus, Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (16/4/2022). Warung Sedekah yang buka setiap hari saat bulan Ramadhan tersebut menyediakan ratusan paket makanan yang dibagikan secara gratis kepada warga kurang mampu untuk berbuka puasa. Indonesia Kembali Raih Predikat Negara Dermawan, Ketum FOZ: Kuncinya Gotong Royong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kembali meraih predikat negara yang paling dermawan dari World Giving Index (WGI) 2022, yang dikeluarkan oleh badan amal Charities Aid Foundation (CAF). Ketua Forum Oganisasi Zakat (FOZ) Bambang Suherman menyebut gotong royong menjadi kunci capaian ini.

"Kalau menurut saya, seperti beberapa tahun terakhir kita mendapatkan status ini, ini tidak muncul sebagai sebuah keunggulan serta-merta, melainkan lahir dari proses panjang nilai-nilai kebangsaan, yang diwariskan turun-temurun. Saya selalu mengatakan falsafah kearifan kultural kita adalah gotong royong," ujar dia kepada Republika, Selasa (25/10/2022).

Baca Juga

Dalam masyarakat Indonesia, gotong royong dipahami dalam bentuk nilai dan aplikasi interaksi menyeluruh. Hal tersebut juga dikatakan sebagai kekayaan intrinsik yang melekat dalam kemunculan setiap generasi bangsa Indonesia.

Bambang menyebut, dalam praktiknya bentuk-bentuk kearifan kultural ini sangat beragam, tapi dari prinsip nilai yang sama. Nilai yang menonjol adalah keinginan masyarakat untuk meringankan beban atau memudahkan pelaksanaan hajat masyarakat lainnya.

"Contohnya, lazim kita jumpai secara kultural bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pernikahan, peluncuran perahu ke laut dalam mekanisme nelayan di pesisir, bahkan model gotong royong dalam penanaman lahan pertanian secara bergantian oleh sekelompok petani," lanjutnya.

Semua hal di atas disebut merupakan bentuk-bentuk kearifan yang muncul dan mengakar di masyarakat. Di generasi modern, hal tersebut juga terus muncul dan ada melalui kepedulian sosial yang diekspos menggunakan teknologi terbaru.

Tidak jarang saat ini muncul unggahan di media sosial, yang mengajak penggunanya membantu seseorang yang membutuhkan. Contohnya, muncul unggahan tentang penjual makanan atau buah yang sepi pembeli lalu mendorong agar banyak yang melarisi, atau membantu sebuah keluarga yang anggotanya sakit atau kesusahan.

Ketua FOZ juga menyebut saling membantu adalah sesuatu yang melatarbelakangi perilaku masyarakat Indonesia. Karena itu, Indonesia yang kembali meraih predikat sebagai negara paling dermawan bukan karena strategi artifisial yang dimunculkan karena proses appraisal dari World Giving Index, tetapi karena realitas lapangan yang secara kuktural masih kuat.

Ia menyebut adanya laporan ini bagi lembaga amil zakat (LAZ) akan semakin mengukuhkan ajakan untuk terus berbagi dan meringankan beban sesama. Masyarakat diposisikan sebagai subjek penggerak, bukan objek yang digerakkan oleh LAZ.

"Masyarakat diletakkan sebagai subjek penggerak, bahkan mungkin sekarang tagline-nya mengarah pada peer to peer support. Mengajak masyarakat untuk membantu sekitarnya melalui lembaga zakat," ujar Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement