Selasa 25 Oct 2022 01:23 WIB

Menghalalkan Mantan Istri dengan Nikah Muhallil, Sahkah? 

Sejumlah ulama Islam memberikan pandangannya terkait nikah muhallil.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Bunga pernikahan. Ilustrasi. Menghalalkan Mantan Istri dengan Nikah Muhallil, Sahkah? 
Foto: Pixabay/Roger Purdie
Bunga pernikahan. Ilustrasi. Menghalalkan Mantan Istri dengan Nikah Muhallil, Sahkah? 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nikah muhallil atau pernikahan yang dimaksudkan untuk menghalalkan mantan istri yang telah ditalak ba'in memiliki konsekuensi hukum syariat. Talak ba'in adalah talak yang tidak memberi hak rujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya.

Sejumlah ulama Islam, termasuk Imam Syafii memberikan pandangannya terkait nikah muhallil tersebut. Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid mengutip pernyataan Imam Syafii dan imam-imam madzhab lainnya terkait nikah muhallil.

Baca Juga

Menurut Imam Malik, hukum nikah muhallil adalah batal. Namun demikian, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii, hukum nikah muhallil adalah sah. 

Adapun demikian menurut sebagian besar ulama, nikah muhallil adalah haram dan batal. Di antara mereka adalah Al-Hasan, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Imam Malik, Al-LAits, Ats-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak. Contoh nikah muhallil misalnya dengan mengatakan, "Aku nikahkan kamu dengannya sampai ia digauli,". 

Atau dengan mensyaratkan, "Jika ia sudah halal, maka pernikahan kalian batal,". Atau dengan mengatakan, "Jika ia sudah halal untuk mantan suaminya, maka ceraikan ia,". Menurut pendapat yang dikutip dari Imam Abu Hanifah, nikahnya nikah muhallil sah namun syaratnya batal. 

Sedangkan menurut Imam Syafii, untuk contoh perkataan yang pertama tadi hukumnya tidak sah. Dan untuk contoh perkataan yang kedua dan yang ketiga ada dua versi pendapat. Di antara yang membolehkan nikah tahlil (menyewa laki-laki atau wanita untuk menikahi mantan suami atau istri terdahulu yang telah dicerai agar bisa hidup bersama) tanpa syarat adalah Abu Tsaur, beberapa ulama Hanafi, Al-Muayyad Billah, dan ulama-ulama besar madzhab Al-Hadi. Kata mereka, hadis-hadis yang melarang tadi kalau memang ada syarat bahwa itu adalah nikah tahlil. 

Sedangkan menurut Ibnu Al-Qayyim tentang nikah muhallil (yang dimintai menikah dengan mantan suami untuk menghalalkannya lagi dengan istrinya yang sekarang yang dulunya telah bercerai dengannya), kemudian ia suka padanya sehingga tetap mempertahankannya sebagai istri, maka hal demikian tidak apa-apa alias diperbolehkan. 

Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang nikah muhallil ini disebabkan oleh pengertian sabda Rasulullah SAW, "Allah SWT melaknati orang yang nikah muhallil... ". Ulama-ulama yang mengartikan bahwa akibat laknat hanya akan berdosa, mereka mengatakan bahwa nikah muhallil itu sah. Sementara ulama-ulama yang mengartikan laknat tersebut adalah batalnya akad nikah karena disamakan dengan larangan yang menunjukkan batalnya perbuatan yang dilarang, mereka mengatakan bahwa nikah muhallil itu tidak sah. 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ ۗوَالَّذِيْنَ يَبْتَغُوْنَ الْكِتٰبَ مِمَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اٰتٰىكُمْ ۗوَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.

(QS. An-Nur ayat 33)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement