Senin 24 Oct 2022 11:44 WIB

Indonesia Titik Terang di Tengah Resesi Ekonomi Dunia

Perekonomian Indonesia masih cukup sehat dan aman dari ancaman resesi.

Warga melintas di Mal Blok M, Jakarta, Selasa (18/10/2022). Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memprediksi Indonesia akan mampu bertahan dalam menghadapi ancaman resesi global yang diperkirakan terjadi pada tahun depan.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Warga melintas di Mal Blok M, Jakarta, Selasa (18/10/2022). Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memprediksi Indonesia akan mampu bertahan dalam menghadapi ancaman resesi global yang diperkirakan terjadi pada tahun depan.

Oleh : Nidia Zuraya, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID,  Pertengahan Juli 2022 lalu Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan gelapnya prospek ekonomi global. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menuturkan perang di Ukraina, inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, dan pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung adalah penyebabnya.

Dia mengungkapkan kondisi tersebut membuat krisis biaya hidup lebih buruk bagi jutaan orang dan yang paling miskin adalah yang paling menderita. Sementara itu, 75 bank sentral telah menaikkan suku bunga pada tahun lalu, rata-rata hingga 3,8 kali.

Tak hanya IMF, bahkan dua orang terkaya di dunia, Elon Musk dan Jeff Bezos, pun memberikan sinyal peringatan tentang resesi yang membayangi perekonomian global. Awal bulan ini, Jamie Dimon, Kepala Eksekutif JPMorgan Chase, menakuti seluruh pasar saham dengan mengatakan Amerika Serikat dan dunia (termasuk Eropa) akan masuk dalam resesi. Khusus Amerika Serikat, kemungkinan resesi akan terjadi dalam enam sampai sembilan bulan dari sekarang.

Peringatan IMF dan para miliarder dunia ini membuat kita teringat dengan frasa winter is coming yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali pada 2018 silam.

Frasa itu untuk menggambarkan bahwa perekonomian dunia akan menghadapi kondisi yang sulit. Jokowi mengutip sebuah istilah populer dari film serial berjudul Game of Thrones.

Kini, pesan yang disampaikan Presiden Jokowi empat tahun lalu mulai menjadi kenyataan. Sejumlah negara ekonomi besar dunia mengalami rekor lonjakan inflasi.

Inflasi Inggris meningkat ke level tertinggi dalam 40 tahun pada September. Kondisi ini karena melonjaknya biaya makanan sehingga menekan anggaran rumah tangga.

Sementara di Amerika Serikat (AS), kenaikan biaya energi dan pangan mendorong inflasi pada Mei ke tingkat tertinggi sejak 1981. Kondisi serupa juga terjadi di negara-negara Eropa yang menggunakan mata uang euro.

Inflasi di negara-negara Uni Eropa pada September lalu telah menembus dua digit karena melonjaknya harga listrik dan gas alam. Kenaikan ini menandai resesi, karena harga yang lebih tinggi melemahkan daya beli konsumen.

Sejumlah negara sudah mengalami krisis, di antaranya Sri Lanka dan Pakistan. Saat ini sudah ada 16 negara yang sudah menjadi pasien IMF dan 28 negara lainnya tengah mengantre.

Bahkan, IMF memprediksi sebanyak 31 dari 72 negara mengalami resesi. Hal ini terjadi karena kontraksi dalam produk domestik bruto riil yang berlangsung selama dua kuartal berturut-turut.

"Terlihat di beberapa titik selama 2022-2023. Ada sekitar 43 persen ekonomi negara dengan perkiraan data kuartalan mengalaminya (resesi), yakni 31 dari 72 negara, lebih dari sepertiga PDB dunia," tulis IMF dalam laporan World Economic Outlook (WEO) yang dirilis awal Oktober ini.

Jika dibandingkan dengan proyeksi ekonomi yang dirilis IMF pada Juli lalu, angka tersebut meningkat cukup signifikan. IMF sebelumnya menjelaskan secara teknikal hanya ada sekitar 15 persen negara di dunia yang akan jatuh ke jurang resesi.

Namun di tengah kabar suram tersebut, IMF menyebut Indonesia menjadi titik terang saat ekonomi dunia suram. "Indonesia remains a bright spot in a worsening global economy (Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk)," tulis Kristalina melalui akun Instagram resmi dikutip pada 12 Oktober 2022.

Pernyataan IMF ini sejalan dengan keyakinan banyak kalangan di dalam negeri bahwa Perekonomian Indonesia masih cukup sehat dan aman dari ancaman resesi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,4 persen pada kuartal II 2022 dan inflasi yang masih terkendali di level 5,95 persen pada September lalu menjadi dasarnya.

Indonesia mencatat inflasi sebesar 5,95 persen pada September 2022 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Angka ini di bawah perkiraan, 6,8 persen.

Selain itu, utang luar negeri pemerintah juga menurun. Begitu pula dengan utang korporasi yang semakin rendah.

Bank Indonesia mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Agustus 2022 sebesar 397,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.147,55 triliun. Angka ini turun dibandingkan dengan posisi ULN pada bulan sebelumnya sebesar 400,2 miliar dolar AS.

Namun demikian, Jokowi mengingatkan agar Indonesia tetap harus berhati-hati dan waspada terhadap kondisi dunia saat ini. Sebab, krisis dunia yang mengancam banyak negara saat ini sulit diprediksi dan dikalkulasi dampaknya.

Dengan kewaspadaan ini setidaknya 'musim dingin' tidak benar-benar menghampiri Indonesia.

 
*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement