Ahad 23 Oct 2022 08:37 WIB

Hemat BBM, Kampanye Mobil Listrik atau Transportasi Umum

Mobil listrik jangan menggusur kampanye beralih ke trasportasi umum.

Masyarakat akan meninggalkan kendaraan pribadi ika pemerintah bisa membuat transportasi umum nyaman. Foto ilustrasi sejumlah calon penumpang memasuki gerbong kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek di Stasiun KA Tanah Abang, Jakarta, Rabu (5/1/2022).
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Masyarakat akan meninggalkan kendaraan pribadi ika pemerintah bisa membuat transportasi umum nyaman. Foto ilustrasi sejumlah calon penumpang memasuki gerbong kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek di Stasiun KA Tanah Abang, Jakarta, Rabu (5/1/2022).

Oleh : Agung Sasongko, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Sore itu, ada panggilan telepon  yang mengharuskan saya masuk kantor. Karena mendadak, saya yang sudah terlanjur keluar rumah naik mobil, tidak pulang ke rumah untuk bertukar dengan sepeda motor. Jadi biar efisien sekalian saja saya langsung cuss ke kantor.

Ternyata pilihan saya untuk bawa kendaraan itu malah tidak efisien . Kok bisa?. Rute yang saya tempuh tidaklah jauh. Jaraknya mengacu aplikasi maps hanya 25 km. Pada aplikasi tersebut diperkirakan waktu tempuh hanya 1 jam sekian menit. "Wah, bentar doank," pikir saya.

Ternyata perkiraan waktu di aplikasi tersebut meleset lebih dari 30 menit. Dan pada saat saya pulang kantor, perkiraan di aplikasi itu jauh lebih meleset. Kemacetan memang sudah menjadi makanan rutin di Jakarta. Pikir saya, cuma pandemi saja yang membuat jalanan sepi. Tapi nyatanya dua tahun berjalan usai pandemi kondisinya mulai balik seperti dahulu.

Ada dua unek-unek yang hendak saya sampaikan pada tulisan kali ini. Pertama, memperbaiki kualitas transportasi umum dari kota satelit menuju Jakarta sudah mendesak untuk dilakukan. Contohnya  Kota Depok, yang merupakan tempat saya menetap. Kemacetan lalu lintas di dalam kota Depok sudah terhitung parah, Baik di jalur jalan utama ataupun alternatif.

KRL sudah memainkan peran signifikan dalam mengangkut jutaan commuter menuju Jakarta. Begitu signifikannya sehingga KRL selalu padat penumpang. Akibatnya penumpang KRL harus berjejalan.

Memang apresiasi tinggi harus diberikan untuk manajemen perkeretaapian perlahan mulai menerapkan sistem yang apik, Tinggal bagaimana sarana transportasi lainnya bisa mengambil sebagaian beban KRL mengangkut para commuter ini.

Di Depok, ada busway yang ditempatkan di Universitas Indonesia. Saya kira, penempatan ini sudah sangat pas. Hanya saja durasi waktunya yang tak secepat KRL. Ini jadi tantangan yang perlu dibenahi.

Selain itu, variasi trayek yang menghubungkan hub dengan sarana transportasi lainnya juga perlu diperbanyak.  Dengan demikian, penumpang bisa menjadikan busway menjadi alternatif bagi  masyarakat yang rumahnya jauh dari akses KRL.

Yang tak kalah penting adalah ketersediaan parkiran di transportasi umum. Parkiran yang memadai akan mendorong publik untuk tidak membawa kendaraan pribadinya ke Jakarta. Sayangnya parkiran di stasiun hanya mampu menampung lkendaraan roda dua. Sementara, kendaraan roda empat boleh dibilang sangat terbatas.

Unek-unek kedua, kenaikan harga BBM sudah seharusnya menjadi alarm untuk segera mempercepat penguatan transportasi umum. Subsidi BBM yang sangat besar harus mendorong pemerintah untuk membuat masyarakat berganti ke trasportasi umum.

Kehadiran teknologi kendaraan listrik memang angin segar untuk mengurangi ketergantungan pada BBM. Namun jangan sampai memasifkan kendaraan listrik, tidak diikuti dengan upaya mendorong publika beralih ke transportasi umum maka hal itu tidak akan efektif.

Jika kendaraan listrik tetap memacetkan jalanan, maka tetap saja konsumsi listrik akan membengkak. Padahal kita juga masih mengandalkan bahan bakar fosil untuk memproduksi listrik. Walhasil masalah yang dialami saat ini akan berulang di masa depan.

Strategi mengembangkan kendaraan listrik jangan sampai mengesampingkan transportasi umum. Indonesia bisa mengambil contoh dari negara-negara yang memiliki tipikal sama. Sehingga tidak berulang lagi masalah kemacetan atau ketidakefisien dalam transportasi kita.

Perlu dingat, jumlah jalan yang ada tak bertambah signifikan dengan produk kendaraan saat ini. Pun juga kehadiran transportasi umum butuh dorongan agar mampu memainkan perannya. Saya kira, masyarakat mau menerima itu asal terpenuhi durasi tempuh, tarif dan kenyamannya. Tiga poin krusial yang perlu perhatian sangat serius pemangku kebijakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement