Rabu 19 Oct 2022 06:27 WIB

Kecelakaan Maut Cibubur, KNKT Rekomendasikan Ini ke BPTJ

Kecelakaan maut di Cibubur melibatkan truk trailer tangki Pertamina.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Garis polisi dipasang di lokasi kecelakaan maut di Jalan Transyogi Cibubur pada 18 Juli 2022.
Foto: Antara
Garis polisi dipasang di lokasi kecelakaan maut di Jalan Transyogi Cibubur pada 18 Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memberikan sejumlah rekomendasi kepda Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) usai investigasi kecelakaan maut yang melibatkan truk trailer tangki Pertamina pada 18 Juli 2022 di Jalan Transyogi Cibubur selesai dilakukan. Kecelakaan tersebut terjadi karena adanya kegagalan rem truk Pertamina. 

“BPTJ agar dapat mengevaluasi manajemen dan rekayasa lalu lintas pada jalan nasional yang ada di Jabodetabek yang sebelumnya telah ditangani oleh pemerintah daerah, termasuk salah satu diantaranya adalah Jalan Transyogi,” kata Plt Kepala Subkomite Investigasi Lalu Lintas Angkutan Jalan KNKT Ahmad Wildan di Gedung KNKT, Selasa (18/10/2022). 

Baca Juga

Selain itu, KNKT juga merekomendasikan agar BPTJ memperhatikan aspek keselamatan disamping aspek kelancaran lalu lintas. Beberapa diantaranya dengan membatasi akses masuk ke jalan utama dari jalan perumahan serta mengatur pembukaan median untuk berbalik arah. 

“Selain itu segala bentuk alat penurun kecepatan pada jalan primer baik berbentuk speed hump, speed bump maupun speed table tidak diperbolehkan dan harus segera dihilangkan karena dapat meningkatkan risiko konflik lalu lintas (tabrak depan belakang),” jelas Wildan. 

Dia menuturkan. Hal lain yang perlu segera dilakukan penanganan adalah melakukan evaluasi penempatan rambu rambu lalu lintas, iklan, papan peringatan, dan lainnya. Khsuusnya penempatan yang dapat membingungkan pengguna jalan serta mengevaluasi kembali keberadaan semua APILL pada jalan primer. 

Wildan juga merekomendasikan untuk menghindari penggunaan APILL untuk mengendalikan konflik lalu lintas dengan merubah skemanya menjadi sistem kanalisasi pada jalan minor untuk bergabung (merging) dengan lalu lintas pada jalan mayor. “Semua median harus ditutup dan pembukaan median untuk berputar arah dibatasi dengan ketat dan disediakan fasilitas khusus atau U-turn terlindung,” ucap Wildan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement