Kamis 13 Oct 2022 15:45 WIB

LPSK: Gas Air Mata Sebabkan Kematian Massal di Stadion Kanjuruhan

Gas air mata menimbulkan kepanikan dan konsentrasi massa di pintu keluar stadion

Rep: Rizky Suryarandika/Antara/ Red: Christiyaningsih
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menyampaikan kesimpulan LPSK bahwa penggunaan gas air mata menimbulkan kepanikan dan konsentrasi massa di pintu keluar, sehingga berakhir dengan kematian.

"Penggunaan gas air mata telah menimbulkan kepanikan dan konsentrasi massa di pintu keluar, menyebabkan kurang oksigen, sesak napas, lemas, hingga berakhir kematian. Bahkan, kematian ini juga ada ditimbulkan karena terinjak-injak oleh penonton yang lain," kata Hasto dalam Konferensi Pers LPSK terkait Tragedi Kanjuruhan Malang, disiarkan di kanal YouTube infolpsk, dipantau dari Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga

Hasto mengungkapkan penyelenggara tidak melaksanakan simulasi pengamanan pra pertandingan, sehingga patut diduga penyelenggara tidak siap menghadapi situasi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 tersebut. "Kedua, penyelenggara pertandingan tidak mematuhi peraturan PSSI Pasal 21 dan Pasal 22. Ketiga, aparat keamanan tidak mematuhi peraturan FIFA Pasal 19," ucap Hasto.

Peraturan ini, tutur Hasto melanjutkan, tentang larangan untuk membawa ataupun menggunakan senjata api maupun gas, termasuk gas air mata. "Bahkan, kita mendengar bahwa Kapolres tidak tahu ada larangan itu dari FIFA," ujar Hasto.

Saat membahas fasilitas stadion, Hasto mengatakan meskipun pintu keluar stadion terbuka tapi tidak mumpuni sebagai jalur bagi penonton atau massa yang berjumlah besar untuk keluar dari stadion pada waktu yang bersamaan. "Lebar dua daun pintu berukuran 1,4 meter dikurangi 5 cm tiang tengah di antara daun pintu," ucapnya.

Selain itu, Hasto juga mengungkapkantidak adanya jalur evakuasi dan sensor asap di dalam stadion. Terkait pelaksanaan pengamanan, LPSK menyimpulkan rencana pengamanan yang telah dibuat oleh Polres Kabupaten Malang tidak sepenuhnya terimplementasi dalam praktik di lapangan.

"Kedua, tidak ada satu pun petugas yang berjaga pada setiap pintu saat pertandingan usai. Penumpukan suporter di depan pintu keluar seharusnya terpantau oleh CCTV. Namun tidak diikuti dengan upaya membuka pintu secara keseluruhan," terangnya.

Apabila ada petugas yang berjaga di setiap pintu, Hasto meyakini penonton yang ada di dalam stadion bisa segera dievakuasi atau mengevakuasi diri ketika terjadi penembakan gas air mata.

Selanjutnya, Hasto menyinggung penanganan terhadap korban. LPSK mendapati RSUD dan RS Swasta di Malang telah berupaya keras memberi penanganan kepada para korban yang patut diapresiasi. Namun LPSK pun mendapat informasi soal oknum aparat keamanan yang menolak memberi pertolongan kepada korban luka-luka. 

"Adanya tindakan oknum aparat keamanan yang terus saja melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang menolong korban, bahkan kekerasan tersebut menyasar kepada relawan medis," ucap Hasto. 

 

Dari data LPSK, jumlah korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan mencapai 131 orang. Rincian korban meninggal yaitu 39 berusia anak, 82 berusia dewasa, dan 10 tidak diketahui. 

Sedangkan jumlah korban luka berat di angka 26 orang. Adapun 557 orang menjadi korban luka ringan-sedang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement