Kamis 13 Oct 2022 09:43 WIB

Sri Mulyani: Dibutuhkan Aksi Kolektif dari Negara G20 Atasi Krisis Keuangan

Sri Mulyani ingatkan peran G20 respons krisis dan pemulihan pascapandemi

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan krisis ekonomi tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja. Hal ini membutuhkan tindakan kolektif dari kelompok yang terdiri dari 85 persen ekonomi dunia
Foto: AP/Patrick Semansky
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan krisis ekonomi tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja. Hal ini membutuhkan tindakan kolektif dari kelompok yang terdiri dari 85 persen ekonomi dunia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut penyelesaian krisis keuangan yang terjadi secara global diperlukan kerja sama antarnegara. Dibutuhkan aksi kolektif dari negara-negara anggota G20.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan krisis ekonomi tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja. “Tantangan ekonomi global yang kompleks tidak dapat diselesaikan oleh satu negara atau sekelompok negara yang bertindak sendiri. Hal ini membutuhkan tindakan kolektif dari kelompok yang terdiri dari 85 persen ekonomi dunia,” ujarnya saat webinar Welcoming Remarks 4th Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting, Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (13/10/2022).

Menurutnya gagasan itu didasari oleh sejarah keberhasilan G20 dalam merespons krisis keuangan global dan pemulihan pasca pandemi Covid-19. Sri Mulyani juga menggarisbawahi kerja sama negara-negara dibutuhkan dua hal untuk memulihkan dari krisis finansial global, yaitu mendengarkan kebutuhan tiap negara, serta inisiatif negara-negara maju untuk menyediakan solusi-solusi finansial.

“Dibutuhkan kelompok (negara) dengan perwakilan paling beragam untuk memastikan semua suara didengar. Semua negara dengan pengaruh ekonomi global sistemik harus terlibat dalam mencari solusi permasalahan dana, terutama negara menengah dan negara berkembang. Kita tahun ini tidak mudah, mengingat keanggotaan G20 yang beragam,” ucapnya.

Sri Mulyani mengakui bahwa kebutuhan dan prioritas setiap negara berbeda, namun dia percaya keadaan tersebut akan mendorong kelompok tersebut untuk menemukan solusi inklusif bagi negara anggota-anggota.

“Perbedaan ini memungkinkan kita untuk menemukan solusi inklusif yang baik secara global,” ucapnya.

Di samping itu, Sri Mulyani menyebut Presidensi G20 harus memaksimalkan pembahasan terkait kerangka kecukupan modal. Dia mengungkapkan Indonesia percaya kerangka tersebut menjadi solusi yang dapat membantu mengoptimalkan neraca multilateral development banks (MDB).

Pengoptimalan MDB terkait risk appetite, creative financing maupun pemanfaatan lebih banyak callable capital yang semuanya berpotensi dieksplorasi. 

"Kami berharap bahwa rekomendasi-rekomendasi ini akan didiskusikan sebab juga akan menjadi masukan yang sangat penting bagi Presidensi G20 Indonesia dan pastinya akan dikomunikasikan dan diadopsi pada Presidensi G20 India tahun depan,” ucapnya.

Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20 tahun lalu telah menyepakati untuk menyelenggarakan tinjauan independen yang diharapkan dapat memberikan tolok ukur yang kredibel dan transparan mengenai tata cara evaluasi CAF Modal dari MDB. Kemudian, memungkinkan pemegang saham, MDB dan Credit Rating Agencies (CRA) untuk mengembangkan pemahaman yang konsisten tentang CAF dari MDB. Serta yang terakhir, memungkinkan pemegang saham untuk mempertimbangkan kemungkinan adaptasi terhadap kerangka kerja saat ini untuk memaksimalkan kapasitas pembiayaan MDB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement