Rabu 05 Oct 2022 12:30 WIB

Buntut Penangkapan Hakim Agung, Ketua MA: Jangan Takut Memutus Perkara

Aparatur peradilan agar berpegang pada kebenaran walaupun 'pahit'. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Ketua Mahkamah Agung M. Syarifuddin memberikan keterangan pers.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Ketua Mahkamah Agung M. Syarifuddin memberikan keterangan pers.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA)  Syarifuddin memotivasi para aparatur peradilan pascapenangkapan Hakim Agung Suradjad Dimyati. Dia berpesan, bahwa kejadian itu harus menjadi momentum agar lembaga peradilan menjadi lebih baik lagi.

Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri pertemuan para Ketua MA se-ASEAN yang tergabung dalam Asean Law Association (ALA) di Bandung. 

"Tidak usah berkecil hati, tidak usah takut mengatakan yang benar, kalau saudara-saudara memutus perkara dengan benar, tidak usah takut sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Syarifuddin dalam keterangan pers yang dikutip pada Rabu (5/10). 

Syarifuddin mengajak, aparatur peradilan agar berpegang pada kebenaran walaupun 'pahit'. Sehingga segala kritikan, menurutnya, jangan sampai mempengaruhi kinerja. 

 

"Jangan redup karena banyaknya kritik-kritik yang tajam, tidak usah mempengaruhi saudara semua untuk menegakkan hukum dan keadilan. Jalankan terus sesuai dengan keyakinan, menggunakan hati nurani hukum dan keadilan yang benar," ujar Syarifuddin. 

S,yarifuddin juga menganggap kritikan ibarat obat pahit yang akan menyembuhkan. Dia lantas mengajak, para aparatur peradilan kembali bangkit. 

"Masih banyak kawan-kawan kita, baik di Mahkamah Agung maupun di daerah yang bekerja dengan hati nuraninya, dengan integritas yang sempurna," ucap Syarifuddin.

Di sisi lain, mantan Ketua Kamar Pengawasan itu menyampaikan indeks integritas MA versi Komisi Pemberantasan Korupsi adalah 82 persen. Sedangkan indeks nasional berada di angka 72 persen. Hal ini menurutnya menandakan sekitar 82 persen aparatur peradilan di Indonesia memiliki integritas yang baik, bekerja dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan.

"Sisanya sekitar 18 persen itulah yang harus diawasi lebih ketat lagi, dibina lebih serius lagi," ucap Syarifuddin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement