Selasa 04 Oct 2022 08:49 WIB

FBI Mata-matai 'Queen of Soul' Aretha Franklin Selama 40 Tahun, Apa yang Ditemukan?

Laporan FBI soal Aretha Franklin penuh dengan istilah 'estremis' dan 'radikal'.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Penyanyi berjulukan Queen of Soul Aretha Franklin telah dimata-matai FBI selama 40 tahun. Franklin meninggal pada Agustus 2018 akibat kanker.
Foto: AP
Penyanyi berjulukan Queen of Soul Aretha Franklin telah dimata-matai FBI selama 40 tahun. Franklin meninggal pada Agustus 2018 akibat kanker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat telah memata-matai mendiang penyanyi Aretha Franklin selama kurang lebih 40 tahun. File atau data FBI setebal 270 halaman tentang Franklin kini dikabarkan banyak berisikan tentang istilah "ekstemis" dan "radikal".

Menurut dokumen yang diperoleh Rolling Stone dari FBI, Franklin yang meninggal karena kanker pada Agustus 2018 di usia 76 tahun itu dilaporkan telah menjadi target pengawasan. Mendiang penyanyi berjulukan Queen of Soul itu juga jadi sasaran panggilan telepon palsu dan lingkaran terdekatnya disusupi oleh mata-mata.

Baca Juga

Data panjang yang diperoleh Rolling Stone diketahui telah banyak disunting. Data itu diduga berisikan banyak frasa seperti "ekstremis kulit hitam", "pro-komunis",  "benci Amerika", "radikal", "kekerasan rasial", dan "kekuatan militan hitam". Selain itu, dokumen juga diisi dengan kecurigaan tentang Franklin, pekerjaannya, dan para aktivis serta penghibur yang menghabiskan waktu bersamanya, menurut Rolling Stone.

"FBI secara teratur melacak alamat dan nomor telepon penyanyi "Respect" dan tampaknya sangat tertarik dengan pekerjaan hak-hak sipilnya dan hubungannya dengan orang-orang seperti Martin Luther King Jr dan Angela Davis," demikian laporan, seperti dikutip dari laman Ace Showbiz, Selasa (4/10/2022).

Dari sejumlah dokumen yang diperoleh publikasi, beberapa di antaranya baru saja dideklasifikasi. Misalnya laporan tahun 1968 tentang rencana pemakaman Martin Luther King Jr yang digambarkan sebagai "situasi rasial."

"Sammy Davis Jr, Aretha Franklin dari grup ini, telah mendukung konsep kelompok militan berkulit hitam. Pertunjukan peringatan Martin Luther King oleh para penghibur terkemuka tersebut akan memberikan percikan emosional yang dapat memicu gangguan rasial di area ini," kata laporan FBI.

Agensi tersebut gagal dalam upaya untuk menghubungkan pelantun "Think" itu dengan Black Liberation Army dan kelompok lain yang disebut radikal. Ada satu dokumen yang merinci kontrak rekaman Aretha dengan Atlantic Records "untuk berjaga-jaga" urusan bisnisnya dapat dihubungkan dengan Black Panther Party.

Selain laporan pengawasan, file tersebut juga berisi surat dan laporan ancaman pembunuhan terhadap Aretha. Meskipun demikian, informasi tentang tersangka dalam sejumlah insiden, termasuk ancaman dari seorang pria untuk membunuhnya dan keluarganya serta upaya pemerasan, telah disunting.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement