Selasa 04 Oct 2022 00:17 WIB

Harga Kedelai Tak Kunjung Turun, Pengrajin Tahu-Tempe Jabar Naikkan Harga

Ada pula yang memutuskan untuk memperkecil ukuran atau mengurangi produksi

Rep: dea alvi soraya/ Red: Hiru Muhammad
 Imbas kenaikan harga kedelai sejak sebulan terakhir membuat pengrajin tahu-tempe di Jawa Barat terpaksa menaikkan harga menjadi Rp 5.000 per papan, atau Rp 500 perak per bungkus.  Tampak pekerja menyelesaikan pembuatan tahu di Pabrik Tahu NJ, Jalan Terusan Pasirkoja, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Rabu (16/2/2022).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Imbas kenaikan harga kedelai sejak sebulan terakhir membuat pengrajin tahu-tempe di Jawa Barat terpaksa menaikkan harga menjadi Rp 5.000 per papan, atau Rp 500 perak per bungkus. Tampak pekerja menyelesaikan pembuatan tahu di Pabrik Tahu NJ, Jalan Terusan Pasirkoja, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Rabu (16/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG—Imbas kenaikan harga kedelai sejak sebulan terakhir membuat pengrajin tahu-tempe di Jawa Barat terpaksa menaikkan harga menjadi Rp 5.000 per papan, atau Rp 500 perak per bungkus. Ketua Paguyuban Tahu Tempe Jabar M Zamaludin mengatakan, saat ini banyak pengrajin yang memutuskan vakum dan menghentikan produksi. 

Kenaikan harga ini, kata dia, kemungkinan bukan hanya merupakan dampak kenaikan BBM namun juga akibat ketergantungan Indonesia pada kedelai impor. 

Baca Juga

“(Produksi kedelai) Udah ngak aman, banyak yang berhenti juga, gak tau juga persisnya. (Kenaikan) Bukan karena bbm itu mah, kalau BBM biasanya naik Rp 100-200 perak, itu kan udah lebih dari Rp 1.000 jadi bukan karena BBM,” kata Zamaludin saat dihubungi, Senin (3/10/2022). 

“Alasannya sih importir ngomongnya ada kelangkaan lagi tapi kan gak tau sih yang pastinya, malahan kan katanya juga di luar ini lagi turun harganya tapi di sini malah naik terus. Sudah lebih dari sebulan (naik),” sambungnya. 

Untuk menghindari potensi gulung tikar, kebanyakan pengrajin memang memutuskan untuk menaikkan harga, meski ada pula yang memutuskan untuk memperkecil ukuran atau mengurangi produksi. Zamaludin, mewakili seluruh pengrajin tahu-tempe, mengaku terus menanti janji pemerintah untuk memberikan bantuan subsidi bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). 

“Pemerintah ngomongnya mau ada subsidi tapi ya gak tau juga kapan ngomong nya karena seperti kemarin kita gak merata yang dapat subsidinya gak semua dapat jadi ya pemerintah harus membenahi itu juga jangan sampai istilahnya yang dapet, dapet, yang enggak, enggak,” keluhnya. 

“Terus ya harapan kita bulog jualan kedelai lagi seperti dulu jadi bulog importir juga. Soalnya kalau bulog jualan kan murah. Importir ada lokal juga ada gitu kan cuma kalau bulog ngadain kedelai lagi dulu kan ada pajale, padi jagung kedelai, itu kan lebih mulai harganya, beli di koperasi juga paling murah. Sekarang koperasi malah jadi paling mahal,” harapnya. 

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) angkat suara perihal meroketnya harga kedelai di tingkat produsen tahu/tempe yang mencapai Rp 13.000 per kilogram, naik dari harga Rp 11.000 per kiogram. Ketua Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, kenaikan harga kedelai tidak terlepas dari ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor. 

“Saat ini kedelai sangat tergantung impor. Solusinya adalah memulai produksi dalam negeri untuk mulai pemenuhan kebutuhan dari lokal,” ujarnya. 

Perlu diketahui, Indonesia masih bergantung pada kedelai impor, yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), mencapai $1,48 miliar USD pada 2021. Nilai tersebut naik 47,77 persen dari tahun sebelumnya. Menurut Ketua Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin, Indonesia membutuhkan setidaknya 2,5 juta ton kedelai impor per tahun. Namun, tahun ini impor Indonesia sendiri mengalami penurunan sekitar 30 persen karena produksi dunia merosot, yang menjadi salah satu alasan kenaikan harga kedelai, ujarnya. 

“Makanya perajin saat ini yang biasanya dapat 100 kg, turun jadi 70 kg, 50 kg. Otomatis produktivitas kita juga turun,” kata Aip.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement