Ahad 02 Oct 2022 09:58 WIB

Tragedi Kanjuruhan Diduga Akibat Aparat Berlebihan, Mengapa Pakai Gas Air Mata?

Aparat justru melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang dipenuhi penonton.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Mas Alamil Huda
Sisa-sisa kerusuhan usai laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Ahad (2/10/2022).
Foto: Antaranews
Sisa-sisa kerusuhan usai laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Ahad (2/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kadiv Advokasi LBH Surabaya, Habibus Shalihin, mengecam kekerasan yang diduga dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan dalam peristiwa kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Bahkan, kata dia, dalam rekaman video yang diterimanya, ketika suporter makin banyak yang turun ke lapangan, aparat justru melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih dipenuhi penonton. 

"Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan," kata Habibus, Ahad (2/9).

Baca Juga

Habibus menjelaskan, penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak napas, pingsan, dan saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan kelebihan kapasitas stadion pada pertandingan big match tersebut.

Habibus mengingatkan, penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa di stadion sudah dilarang oleh FIFA. FIFA dalam 'Stadium Safety and Security Regulation' Pasal 19 menegaskan, penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

Tindakan aparat dalam kejadian tersebut juga disebutnya bertentangan dengan beberapa peraturan. Seperti Perkapolri Nomor 16 tahun 2006 tentang Pedoman pengendalian massa; Perkapolri Nomor 01 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian; Perkapolri Nomor 08 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI; Perkapolri Nomor 08 tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara; dan Perkapolri Nomor 02 tahun 2019 tentang Pengendalian Huru-hara.

"Maka, kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM dengan meninggalnya ratusan korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka," ujar Habibus.

Ia pun mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi yang mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dan luka dengan membentuk tim penyelidik independen. Habibus juga meminta Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme, dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas.

Desakan lainnya dialamatkan kepada Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut. Habibus juga mendesak kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi.

"Kami juga mendesak pemerintah pusat dan daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement