Sabtu 01 Oct 2022 19:10 WIB

Jimly Asshiddiqie: Sekjen MK tidak Tahu Bakal Ditunjuk Jadi Hakim oleh DPR

Pencopotan hakim MK oleh DPR melanggar UUD 1945

Rep: Febryan. A/ Red: Muhammad Subarkah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan Sekjen MK di Jakarta, Sabtu (1/10/2022). Pertemuan para mantan Hakim dan Ketua MK yang berlangsung tertutup tersebut membahas keputusan DPR yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dan digantikan dengan Sekjen MK Guntur Hamzah secara sepihak yang dinilai merusak demokrasi. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan Sekjen MK di Jakarta, Sabtu (1/10/2022). Pertemuan para mantan Hakim dan Ketua MK yang berlangsung tertutup tersebut membahas keputusan DPR yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dan digantikan dengan Sekjen MK Guntur Hamzah secara sepihak yang dinilai merusak demokrasi. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, langkah DPR mencopot hakim konstitusi Aswanto tidak hanya menabrak UUD 1945, tapi juga mendadak dan mengejutkan banyak pihak. Bahkan, Sekretaris Jenderal MK Muhammad Guntur Hamzah juga tidak tahu menahu bahwa dirinya bakal ditunjuk sebagai pengganti Aswanto.

"Ternyata dia (Guntur) juga mendadak, dia juga tidak tahu. Tiba-tiba dipanggil untuk 'fit and proper test' tanpa tahu siapa yang mau diganti," kata Jimly usai bertemu Guntur dan delapan mantan hakim konstitusi lainnya di Gedung MK, Jakarta, Sabtu (1/10).

Dalam rapat paripurna DPR, Kamis (29/9), ketika DPR menyetujui Guntur sebagai hakim konstitusi yang baru, dia masih belum mengetahui menggantikan posisi siapa. Alhasil, kata Jimly, Guntur menghubungi tiga hakim MK dari DPR satu per satu untuk menanyakan persoalan ini.

Tiga hakim konstitusi pun tidak tahu siapa yang diganti oleh DPR. "Nah sampai akhirnya wartawan yang memberi tahu bahwa yang dicopot DPR adalah Pak Aswanto, nah pada kaget semua," ujar Jimly. Semua pihak kaget lantaran masa jabatan Aswanto belum habis.

Dalam kesempatan tersebut, Jimly juga menyampaikan bahwa pencopotan Aswanto melanggar UUD 1945. Sebab, UUD 1945 hanya mengatur bahwa DPR hanya bisa mengajukan hakim konstitusi baru, bukan mencopot seorang hakim konstitusi yang sedang menjabat.

"Jadi kesimpulan kami pertama, ini (pencopotan Aswanto oleh DPR) jelas melanggar UUD 1945," kata Jimly.

Dia menambahkan, keputusan DPR itu juga melanggar Undang-Undang (UU) MK, tepatnya Pasal 23 ayat 4. "Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi," demikian bunyi pasal tersebut.

Adapun ketika DPR melakukan pencopotan, ujar Jimly, MK belum menyerahkan surat permohonan pemberhentian Aswanto kepada Presiden. "Jadi kalau tidak ada surat dari MK, hakim konstitusi tidak bisa diberhentikan," kata Jimly menegaskan.

Lantaran Presiden tidak memberhentikan Aswanto, lanjut dia, tentu tidak ada kekosongan jabatan hakim konstitusi. Karena itu pula, MK tidak pernah mengirim surat permohonan pengisian hakim konstitusi baru ke DPR. Oleh karenanya, DPR tidak punya dasar untuk menunjuk hakim konstitusi baru pengganti Aswanto.

Mantan Ketua MK lainnya, Hamdan Zoelva menambahkan, pencopotan Aswanto oleh DPR tidak hanya melanggar UU MK dari aspek formil, tapi juga materiil. Dia mengatakan, UU MK mengatur jabatan hakim konstitusi sampai umur 70 tahun.

Jika diberhentikan sebelum usia 70 tahun, kata Hamdan, harus karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau karena pelanggaran hukum dan etik. Sejumlah syarat pemberhentian itu tidak satu pun ada pada Aswanto.

"Karena itu, kami melihat, baik dari aspek prosedur maupun materil, pemberhentian itu bertentangan dengan UU," kata Hamdan menegaskan.

Latantaran pencopotan tersebut melanggar UUD 1945 dan UU MK, para mantan hakim konstitusi ini sepakat menyarankan Presiden Jokowi untuk tidak menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) pencopotan Aswanto.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan, Aswanto dicopot karena kerap menganulir undang-undang yang disahkan oleh DPR. Politisi PDIP itu menilai Aswanto tidak menepati komitmennya dengan DPR.

"Tentu mengecewakan dong. Ya, gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia? Dia wakilnya dari DPR, kan gitu toh," kata Bambang kepada wartawan, Jumat (30/9).

"Kalau kamu usulkan seseorang untuk jadi direksi di perusahaanmu, kamu sebagai owner, itu mewakili owner kemudian kebijakanmu nggak sesuai direksi, owner, ya, gimana. Gitu toh. Kan kita dibikin susah," imbuh Bambang dengan mengumpamakan MK seperti perusahaan swasta.

 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement