Kamis 29 Sep 2022 06:40 WIB

Honorer di Kota Bandung akan Diprioritaskan Jadi PPPK

Tenaga outsourching tidak memiliki kesempatan untuk menjadi PPPK maupun ASN.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus raharjo
Sejumlah tenaga kesehatan honorer dari berbagai kota/kabupaten di Jawa Barat melakukan aksi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (5/8/2022). Dalam aksi tersebut mereka meminta segera diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) serta mendesak PP No 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dihapus. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah tenaga kesehatan honorer dari berbagai kota/kabupaten di Jawa Barat melakukan aksi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (5/8/2022). Dalam aksi tersebut mereka meminta segera diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) serta mendesak PP No 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dihapus. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG—Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bandung telah mendata lebih dari 4.000 tenaga honorer sejauh ini. Pendataan dilakukan setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dirilis. 

 

Baca Juga

“Itu dari semua perangkat daerah, berbagai jenis pekerjaan. Sekarang sedang proses untuk memasukkan data ke dalam sistem, termasuk upload dokumen persyaratan dan lainnya,” kata Kepala BKPSDM Kota Bandung Adi Junjunan Mustafa, Rabu (28/9/2022).

 

 

Dia juga menegaskan proses pendataan ini tidak memiliki kuota atau batasan jumlah apapun. Adi menjelaskan, pendataan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah non-ASN yang selama ini mengerjakan tugas ASN, begitu juga ASN yang mengerjakan pekerjaan non-ASN, serta pekerja non-ASN yang berasal dari outsourching atau pihak ketiga.

 

Kategori pekerja honorer yang saat ini menjadi prioritas adalah mereka yang berasal dari kategori dua. Yakni, yang telah dianggap per 1 Januari 2005 atau sudah memiliki masa kerja satu tahun pada 21 Desember 2005. Nantinya, kebanyakan mereka akan diarahkan untuk mengisi posisi PPPK.

 

“Ini untuk mengetahui berapa ASN dan non-ASN dari masing-masing instansi pemerintahan, termasuk pemda. Ini didata agar non-ASN bisa diangkat menjadi ASN, baik PNS maupun PPPK, tapi sekarang kemungkinan menjadi PPPK,” terang Adi.

 

“Jadi memang tidak ada kouta untuk pendataan ini, pokoknya dari daerah berapa yang terdata, lalu datanya kirim ke pusat,” imbuhnya.

 

Adi juga menegaskan kuota PPPK maupun PNS ditentukan pemerintah pusat melalui Kemenpan-RB dan sifatnya berbeda dengan proses pendataan yang hingga saat ini masih berlangsung. Menurutnya, jika proses pendataan tidak diperpanjang, maka pemerintah pusat akan langsung mengumumkan data tenaga honorer di seluruh wilayah dan menentukan kuota untuk posisi PNS maupun PPPK per wilayah.

 

“Memang yang masih tetap menjadi prioritas dari pusat itu di bidang pendidikan dan kesehatan. Walaupun untuk bidang lain tetap mendapatkan porsi,” kata dia.

 

Dia menambahkan, pekerja non-ASN yang berasal dari pihak ketiga (outsourching) tidak diikutisertakan dalam pendataan ini. Menurutnya, tenaga outsourching tidak memiliki kesempatan untuk menjadi PPPK maupun ASN, seperti halnya tenaga honorer kategori dua.

 

“Kalau memang sudah outsourcing berarti tidak bisa berubah, karena dari pusat juga begitu, dan kalau ada yang tidak masuk pendataan untuk menjadi ASN maka nanti akan diarahkan ke oursourching, berarti memang pihak ketiga yang tanggung jawab, sejauh ini seperti driver, cleaning service, OB, dan lainnya,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement