Rabu 28 Sep 2022 21:13 WIB

Urgensi Inklusivitas dan Kesetaraan dalam Sistem Pendidikan Nasional

Pengembangan pendidikan nasional mesti bertumpu pada kesetaraan

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Suasana proses belajar mengajar di kelas.  (Foto Ilustrasi). Pengembangan pendidikan nasional mesti bertumpu pada kesetaraan
Foto:

Diakui Ratih, dalam draf RUU Sisdiknas ada sejumlah hal yang positif untuk mendorong sistem pendidikan yang lebih inklusif antara lain diakuinya guru pada pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai tenaga pengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan sejak dini. 

Tidak masuknya RUU Sisdiknas dalam Prolegnas 2023, menurut Ratih, antara lain disebabkan adanya tekanan publik yang berharap RUU tersebut lebih banyak mengakomodasi berbagai masukan masyarakat. 

Diakui Ratih, banyak kritikan masyarakat terhadap RUU Sisdiknas karena antara lain RUU tersebut dianggap merendahkan martabat guru dan dosen, lebih liberal, dan mendorong pengelolaan perguruan tinggi berorientasi bisnis. 

Sejumlah penilaian masyarakat itu, menurut Ratih, konsekuensi dari kurang transparan dan partisipatifnya penyusunan RUU Sisdiknas itu. 

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek RI, Anindito Aditono, berpendapat banyak hal positif dalam RUU Sisdiknas yang tidak dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat. 

Karena sejatinya, ujar Anindito, urgensi kehadiran RUU Sisdiknas karena didorong adanya kesenjangan mutu pendidikan yang tinggi antardaerah, kualitas pendidikan rendah yang erat dengan budaya birokratis dan guru yang belum sejahtera. 

Menurut Anindito, pada asesmen nasional 2021 terungkap kesenjangan antara siswa kaya dan miskin dengan pola pengajaran yang sama berjarak 2-3 tahun. Selain itu capain pendidikan terendah sekolah di Jawa itu setara dengan capaian pendidikan tertinggi sekolah di luar Jawa. 

Kehadiran RUU Sisdiknas, ujar Anindito, bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan tersebut. 

Upaya menghadirkan teknologi dalam pelaksanaan pendidikan, menurut Anindito, merupakan bagian dari solusi untuk menghilangkan kesenjangan yang ada. 

Fakta bahwa masih ada infrastruktur yang belum merata di setiap daerah, ujar dia, harus jadi perhatian bersama untuk segera direalisasikan agar kita mampu mengatasi kesenjangan di bidang pendidikan. 

 

Karena, jelas Anindito, dana pendidikan yang dikelola Kemendikbudristek hanya 3 persen dari 20 persen dana pendidikan yang dialokasikan pada APBN. Pendanaan sektor pendidikan, ujarnya, merupakan tanggung jawab bersama antar kementerian dan lembaga.        

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement