Sabtu 24 Sep 2022 14:55 WIB

Selamat Bertarung Anies Baswedan?

Ada apa usai Anis tak jadi gubernur

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membacakan puisi Rakyat adalah Sumber Kedaulatan karya WS Rendra dalam pagelaran perdana di Graha Bhakti Budaya, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Pertunjukkan perdana tersebut menandai diresmikannya Graha Bhakti Budaya pascarevitalisasi kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM).
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membacakan puisi Rakyat adalah Sumber Kedaulatan karya WS Rendra dalam pagelaran perdana di Graha Bhakti Budaya, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Pertunjukkan perdana tersebut menandai diresmikannya Graha Bhakti Budaya pascarevitalisasi kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, (Pendiri Sabang Merauke Circle) 

Ratu Elisabeth telah dimakam di Kastil Windsor, dekat London, beberapa hari lalu. Seluruh dunia melihat kesana. Pemimpin-pemimpin besar negara-negara banyak yang melayat. Mereka bersedih. Sementara Truganini, terbaring dikuburannya sejak 146 tahun lalu. Dia, menurut Yuval Noah Harari, adalah perempuan orang asli (aborigin) terakhir di Tasmania.

Kedatangan Inggris, yang diperintahkan kakek-buyutnya Elisabeth, King George, telah memusnahkan semua orang pribumi asli di Tasmania. Tak tersisa. Diantara kesedihan ribuan manusia mengantarkan Queen Elizabeth ke liang kubur, jejak kejahatan imperialisme kulit putih masih menyisakan luka yang tidak bisa dikubur.

Di Indonesia, untuk mempertahankan kaum pribumi, Anies Baswedan, menegaskan dalam pidato kemenangannya 5 tahun lalu bahwa sudah saatnya pribumi bangkit. Bangkit maksudnya adalah untuk berkuasa di negerinya sendiri. Berkuasa artinya berdaulat, mandiri dan bersolidaritas. Untuk statement penting Anies Baswedan ini, seorang anti nasionalis melaporkan Anies ke polisi, karena dianggap rasis. Tapi, setelah 5 tahun Anies memerintah di Jakarta, semangat Anies dalam tema pribumi ini tidak pernah surut.

Tepat seminggu lalu, ketika seorang supermodel senior, mempertemukan saya dengan Prof. Sri Edi Swasono, menantu Proklamator Indonesia, Bung Hatta, menceritakan syukur harunya ketika dua tahun belakang dia tidak lagi membayar pajak rumah Bung Hatta, sang Proklamator.

Selama ini Sri Edi, bahkan diantaranya, menjual berbagai aset keluarga, untuk membayar pajak rumah itu, Rp. 140 juta. Padahal penghasilan dia hanya dari gaji seorang dosen saja. Menurutnya rumah pendiri Republik Indonesia harus bertahan di Menteng, agar merupakan bagian sejarah. Beberapa rumah strategis dengan sejarah pejuang nasional terpaksa dijual keturunannya, karena tidak mampu lagi membayar pajak. Sejarah eksistensi pribumi ini menurut profesor Sri telah dijaga Anies Baswedan. Itu adalah salah satu  komitmen Anies mengutamakan pribumi.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement