Sabtu 24 Sep 2022 09:29 WIB

Memaafkan Bawahan

Islam mengajarkan untuk berbuat baik kepada bawahan.

Pembantu rumah tangga (PRT). Nabi mengajarkan untuk menyayangi dan memaafkan bawahan, termasuk PRT.
Foto: republika
Pembantu rumah tangga (PRT). Nabi mengajarkan untuk menyayangi dan memaafkan bawahan, termasuk PRT.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh  Syamsul Yakin

 

Menteri adalah bawahan presiden. Karena menteri adalah pembantu presiden. Asisten rumah tangga adalah bawahan pemilik rumah. Seorang buruh bangunan adalah bawahan seorang mandor. Islam mengajarkan untuk berbuat baik kepada bawahan. Salah satu cara berbuat baik kepada mereka adalah memaafkan mereka. 

Dalam kitab Futuhat al-Madaniyah, Syaikh Nawawi menuliskan fragmen seorang yang bertanya kepada Nabi, "Berapa kali aku memaafkan pembantu?" Lalu Nabi menjawab, "Setiap hari 70 kali."  Tentu jawaban Nabi membuat kita jadi berpikir keras. Mengapa seorang atasan harus memaafkan bawahannya setiap hari 70 kali? Argumentasi apa yang dapat menjelaskan hadits yang juga ditulis oleh Imam Turmudzi ini?

Pertama, bisa jadi karena pada saat bawahan sakit dan dia alpa bekerja lalu meninggal dunia, dia tidak sempat memberi tahu kita.

Terkait hal ini, Abu Hurairah bercerita, "Ada seorang laki-laki kulit hitam atau wanita kulit hitam yang menjadi tukang sapu Masjid Nabawi meninggal dunia. Kontan Nabi bertanya tentang keberadaan orang tersebut. Orang-orang pun menjawab, "Dia telah meninggal". Nabi bertanya, "Kenapa kalian tidak memberi kabar kepadaku. Tunjukkanlah kuburannya padaku". Nabi kemudian mendatangi kuburan orang itu dan menyalatkannya." (HR Bukhari).

Kedua, bisa jadi ketika asisten rumah tangga memasak makanan, dia tidak diajak menikmatinya sehingga mengambil sendiri makanan itu.

Padahal Nabi berpesan, "Jika seorang dari kalian didatangi pembantunya dengan membawa makanan, lantas dia tidak mengajaknya duduk untuk makan bersamanya, hendaklah dia berikan kepadanya satu suap atau dua suap atau satu makanan atau dua makanan, karena dia yang mendapatkan panasnya (ketika memasak) dan disebabkan dia pula makanan bisa dihidangkan." (HR  Bukhari).

Ketiga bisa jadi kita memberi beban berat kepada bawahan yang sebenarnya dia tidak bisa melakukannya sehingga diam-diam dia tidak mengerjakannya.

Padahal Nabi mewanti-wanti, "Sesungguhnya pembantumu adalah saudaramu yang Allah jadikan nasib mereka di tanganmu. Oleh karena itu, barangsiapa yang memiliki seorang pembantu, hendaknya dia memberi pembantunya makan seperti apa yang dia makan. Dia beri pembantunya pakaian seperti apa yang dia pakai. Dan janganlah kamu memberikan tugas yang melebihi kemampuannya. Bila kamu memberikan tugas yang melebihi kemampuannya, maka hendaknya kamu  membantunya." (HR Bukhari).

Ketiga, bisa jadi karena lupa atau bahkan luput memberi upah kepada bawahan sehingga dia mencuri harta milik kita. 

Padahal Nabi bersabda, "Allah berfirman, ada tiga golongan yang Aku menentangnya (kelak) di hari kiamat, yaitu orang yang berinfak kemudian ditarik kembali, orang yang menjual orang merdeka lalu memakan uangnya, dan orang yang mempekerjakan pekerja dan telah mendapatkan hasilnya, tetapi tidak memberinya upah." (HR  Bukhari).

Semoga kita ringan hati memaafkan bawahan kita. Apalagi kesalahan mereka berpangkal dari kekhilafan kita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement