Jumat 23 Sep 2022 07:55 WIB

Presiden Iran Ancam Tindak Pengunjuk Rasa

Presiden Iran telah memerintahkan penyelidikan terkait kematian Amini.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Lava Baker memegang jilbab dan plakat selama protes terhadap kematian Mahsa Amini Iran di Iran, di Lapangan Martir di pusat kota Beirut, Lebanon, Rabu, 21 September 2022. Protes meletus di seluruh Iran dalam beberapa hari terakhir setelah Amini , seorang wanita berusia 22 tahun, meninggal saat ditahan oleh polisi moral karena melanggar aturan berpakaian Islami yang diterapkan secara ketat di negara itu.
Foto: AP Photo/Bilal Hussein
Lava Baker memegang jilbab dan plakat selama protes terhadap kematian Mahsa Amini Iran di Iran, di Lapangan Martir di pusat kota Beirut, Lebanon, Rabu, 21 September 2022. Protes meletus di seluruh Iran dalam beberapa hari terakhir setelah Amini , seorang wanita berusia 22 tahun, meninggal saat ditahan oleh polisi moral karena melanggar aturan berpakaian Islami yang diterapkan secara ketat di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan pada Kamis (22/9/2022), tindakan kekacauan tidak dapat diterima. Dia memberikan peringatan kepada para pengunjuk rasa yang turun ke jalan-jalan di seluruh negeri dalam kemarahan atas kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi moral.

"Ada kebebasan berekspresi di Iran ... tetapi tindakan kekacauan tidak dapat diterima," kata Raisi,yang menghadapi protes terbesar di Iran sejak 2019, berbicara pada konferensi pers di sela-sela Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.

Baca Juga

Raisi menegaskan, telah memerintahkan penyelidikan atas kasus yang menimpa perempuan berusia 22 tahun itu. Dia mengatakan, cakupan luas kasus Amini adalah hasil dari standar ganda.

"Setiap hari di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, kami melihat pria dan wanita tewas dalam bentrokan dengan polisi, tetapi tidak ada kepekaan tentang penyebab dan penanganan kekerasan ini," katanya.

Kementerian Intelijen Iran juga mencoba mematahkan momentum demonstrasi. Badan ini mengatakan, menghadiri protes adalah ilegal dan siapa pun yang ambil bagian akan menghadapi tuntutan.

Sedangkan Pengawal Revolusi Iran meminta pengadilan untuk mengadili kelompok yang menyebarkan berita palsu dan desas-desus. Desakan ini dalam upaya nyata untuk meredakan demonstrasi nasional.

Perempuan telah memainkan peran penting dalam demonstrasi, melambaikan dan membakar cadar. Bahkan beberapa perempuan di depan umum memotong rambut sebagai tantangan langsung kepada para pemimpin ulama.

Para pengunjuk rasa di Teheran dan kota-kota lain membakar kantor polisi dan kendaraan karena kemarahan atas kematian Amini tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Laporan terjadi penyerangan terhadap pasukan keamanan.

Sebuah video di akun Twitter 1500tasvir menunjukkan protes di kota Bukan barat laut dengan suara tembakan di latar belakang. Posting media sosial mengatakan demonstrasi telah menyebar ke sebagian besar dari 31 Provinsi Iran.

Sebagian besar kerusuhan terkonsentrasi di barat laut Iran yang berpenduduk Kurdi tetapi telah menyebar ke ibu kota dan setidaknya 50 kota besar dan kecil. Polisi menggunakan kekuatan untuk membubarkan pengunjuk rasa.

Sebagai balasan, protes pro-pemerintah direncanakan akan berlangsung pada Jumat (23/9/2022). Menurut media Iran, beberapa pengunjuk rasa telah turun ke jalan.

Selain itu,  kelompok pemantau internet Netblocks di Twitter menyatakan, gangguan internet seluler terjadi di negara itu. Kondisi ini sebagai tanda kemungkinan bahwa pihak berwenang khawatir protes akan meningkat.

Kematian Amini telah menyalakan kembali kemarahan atas isu-isu termasuk pembatasan kebebasan pribadi di Iran, termasuk aturan berpakaian yang ketat untuk perempuan. Ditambah lagi negara ini sedang menghadapi ekonomi yang terguncang akibat sanksi.

Laporan kelompok hak asasi Kurdi Hengaw yang tidak dapat diverifikasi oleh Reuters mengatakan, jumlah korban meninggal di daerah Kurdi telah meningkat menjadi 15 dan jumlah yang terluka menjadi 733. Para pejabat Iran telah membantah bahwa pasukan keamanan telah membunuh para pengunjuk rasa, menunjukkan bahwa mereka mungkin telah ditembak oleh para pembangkang bersenjata.

Para penguasa Iran khawatir akan kebangkitan kembali protes 2019 yang meletus karena kenaikan harga bensin, yang paling berdarah dalam sejarah negara itu. Reuters melaporkan, pada protes itu sebanyak 1.500 orang meninggal dunia. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement