Jumat 23 Sep 2022 07:35 WIB

Muhammadiyah Berlakukan 20 Nilai Budaya untuk Pesantren Binaan

LP2M menilai pentingnya budaya ramah untuk santri di pesantren

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi: Santri belajar di pesantren. LP2M menilai pentingnya budaya ramah untuk santri di pesantren
Foto: Andolu Agency
Ilustrasi: Santri belajar di pesantren. LP2M menilai pentingnya budaya ramah untuk santri di pesantren

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP2M) menyampaikan ada 20 nilai budaya pesantren yang telah disepakati. Salah satu dari nilai budaya pesantren tersebut ialah pesantren ramah santri.

Menurut Ketua LP2M, Maskuri, hal ini karena santri harus menjadi seorang penuntut ilmu sebagai calon-calon ulama, yang harus dijaga benar. “Jangan sampai ada ada perundungan baik verbal ataupun nonverbal. Ini harus dijauhkan," tutur dia kepada Republika.co.id, Jumat (23/9/2022). Maskuri menjelaskan, santri menjalani kehidupan 24 jam di lingkungan pesantren sehingga harus dibuat betah, senang, sehat fisik dan mental. 

Baca Juga

Dia mengatakan, orang tua santri telah memberi kepercayaan penuh kepada pesantren sehingga amanah yang diberikan itu harus dijaga. "Jangan sampai ada kekerasan, karena pesantren menanamkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Kalau terjadi kekerasan justru harus dijauhi benar. Dan Peristiwa yang terjadi belakangan ini harus menjadi pelajaran bagi pesantren yang lain," katanya. 

Maskuri melanjutkan, 20 nilai budaya pesantren harus diterapkan di seluruh pesantren di bawah naungan Muhammadiyah. Nilai-nilai budaya ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pesantren masing-masing. 

 

Untuk pengawasan dan antisipasi, Maskuri menuturkan, di pesantren ada mudir dan wakil mudir. Lalu juga ada yang khusus membina santri putra dan putri, yang disebut pamong. Di bawah pamong, ada musyrif yang ditempatkan di setiap kamar untuk mendampingi santri. 

"Jadi berlapis. Sejak dulu di setiap kamar itu ada musyrif, untuk memastikan bagaimana kehidupan santri sehari-hari. Untuk memantau ibadah dan belajarnya serta kegiatan para santri," tuturnya. 

Musyrif, terang Maskuri, juga melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap tutur kata maupun ucapan para santri sehingga tidak terjadi perundungan di antara para santri. 

"Jadi diawasi musyrif, tidak bisa sembarangan. Keberadaan musyrif ini sudah menjadi cetak biru, jadi sudah ada panduannya tentang pembinaan santri untuk semua pesantren Muhammadiyah," paparnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement