Kamis 22 Sep 2022 03:38 WIB

Rahasia Bisnis 60 Tahun Tas Elizabeth, Dulu Hanya Punya Satu Mesin Jahit

Rahasia bisnis yang dipertahankan yaitu pemilik tidak berutang ke bank.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Qommarria Rostanti
Jenama fashion lokal asal Bandung, Elizabeth, genap berusia 60 tahun. (ilustrasi)
Foto: Istimewa
Jenama fashion lokal asal Bandung, Elizabeth, genap berusia 60 tahun. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jenama fashion lokal asal Bandung, Elizabeth, genap berusia 60 tahun. Usianya tergolong tidak muda untuk bertahan di tengah persaingan bisnis yang semakin sengit.

Merek fashion yang dikenal dengan tas-tas klasik nan elegan ini ternyata juga memiliki lika-liku perjalanan bisnis yang tidak mudah. Direktur Utama Elizabeth Lisa Subani mengatakan, perjalanan bisnisnya bermula pada 1963, saat kedua orang tuanya yakni Handoko Subali dan Elizabeth Halim menetap di sebuah rumah kecil di dalam Gang Kebun Tangkil, Gardujati, Kota Bandung. Di sana mereka memulai bisnis tas kecil-kecilan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

“Dulu modalnya minim sekali. Elizabeth awalnya hanya jual tas travel, belum merambah ke tas perempuan,” ujarnya, baru-baru ini.

Selain modal yang terbatas, saat itu Handoko dan Elizabeth hanya memiliki satu mesin jahit dan satu sepeda kumbang yang digunakan untuk menjajakan tas home made mereka. Lisa mengatakan, sang ibunda bertanggung jawab untuk produksi, mulai dari membuat pola hingga berbentuk tas. Sedangkan Handoko bertugas menjajakan tas dengan berkeliling menggunakan sepeda kumbangnya.

“Bapak waktu itu jualnya pakai sepeda, dia keliling jualan tas itu per pcs, kalau laku, baru buat lagi,” kata Lisa. 

Setelah dua tahun, perjuangan Handoko dan Elizabeth berbuah manis, dengan perkembangan bisnis mereka yang terus meningkat. Tas travel pasangan ini tidak pernah sepi pesanan. Jika pada tahun awal mereka hanya mampu memproduksi dan menjual dua lusin tas per hari, di akhir tahun 1963, mereka mampu memproduksi dan menjual sekitar enam lusin per hari, tentunya dengan bantuan beberapa tenaga kerja. 

“Setelah dua tahun, permintaan mulai banyak, bahkan orang-orang waktu itu bisa sampai nunggu di depan toko,” kata dia. 

Banyaknya pesanan, memaksa Handoko dan Elizabeth memindahkan usahanya pada tahun 1965. Pasangan ini pindah ke rumah milik sendiri di Jal Kalipah Apo, Kota Bandung. Tiga tahun berselang, barulah merek dagang Elizabeth dipatenkan. 

"Di Jalan Kalipah Apo mereka punya kios (ruko) dua lantai. Di situ juga akhirnya dimulai membuat tas wanita pelan-plan karena ada permintaan," jelasnya. 

Penjualan tas wanita yang diproduksi Elizabeth pun meningkat, hingga akhirnya, di Jalan Otista, pasangan itu kembali membuka toko yang lebih besar. Hingga kini, Elizabeth pun lebih dikenal sebagai tas wanita ketimbang tas travel.

Rahasia mempertahankan bisnis Elizabeth lainnya yang diterapkan Handoko adalah tidak memiliki utang ke bank. Strategi ini terbukti jitu membawa Elizabeth bertahan di krisis moneter hebat tahun 1998. Handoko dan istrinya menggunakan kemampuan finansial yang mereka miliki dari hasil penjualan dan perkembangan bisnis mereka sejak tahun 1963, untuk terus memproduksi tas agar bisnis tetap berjalan meski terseok-seok. 

"Drop ada beberapa kali terutama pada saat krisis moneter (krismon) tahun 1998, itu lumayan pukulannya. Tapi kami bertahan karena Pak Handoko selalu punya prinsip enggak boleh besar pasak daripada tiang, kalau enggak punya, manfaatkan apa yang saya punya, jangan lebih daripada itu. Jadi saat krismon kami enggak punya utang. Jadi kami bertahan dari situ karena kami tidak usah bayar utang," ujarnya.

Masih ada lagi strategi bisnis yang dilakukan oleh pasangan Handoko dan Elizabeth. Menurut Lisa, sejak awal berbisnis tas, kedua orang tuanya selalu membuat model dan desain baru setiap hari. Bukan lagi hitungan bulanan atau mingguan. Lisa memastikan, strategi ini tidak pernah berubah. Bahkan sekarang, setiap harinya Elizabeth bisa mengeluarkan lebih dari 6 model baru. 

"Setiap hari harus keluar model baru karena ini fashion. Dari dulu Elizabeth itu paling cepat keluar modelnya. Satu hari bisa empat sampai lima model keluar. Saya awalnya juga kaget, kok bisa ya secepat itu keluar model setiap hari," kata dia.

Selain karena bakat yang membuat pola yang dimiliki Elizabeth Halim, tas model baru yang keluar setiap hari diakui Lisa juga banyak dari hasil memodifikasi tas-tas luar negeri. "Karena dulu belum digital, kami kadang-kadang beli sampel dari luar negeri atau lihat-lihat dari majalah. Jadi memang kita harus keluar cari sampel, cari insirasi," ucapnya. 

Terus mengikuti perkembangan zaman juga menjadi strategi Elizabeth untuk terus bertahan, selain terus melakukan inovasi dari sisi model dan variasi produk yang dijual. Bahkan, cara berjualan pun ikut di upgrade dengan digitalisasi dalam bentuk aplikasi Elizabeth Mobile App yang diluncurkan beberapa bulan lalu di Play Store dan App Store. Menurut Lisa, hal tersebut dilakukan agar merek Elizabeth tidak terjebak di masa lalu dan dianggap sebagai tas fesyen dengan model kuno. 

"Yang membuat Elizabeth bertahan juga sampai sekarang  adalah kita konsisten memberikan kualitas. Kita juga adaptasi dengan perkembangan zaman sekarang. Kalau dulu kita buat tasnya lebih sangat ibu-ibu karena warnanya hitam, coklat, hitam, cokelat lagi. Kalau sekarang harus selalu diremajakan, harus dimudakan kembali bentuknya. Modelnya mengikuti mami mami muda atau untuk anaknya lagi, bisa masuk juga ke generasi ketiga dan keempat," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement