Rabu 21 Sep 2022 00:20 WIB

Mahasiswa UGM Berinovasi Kembangkan Makanan Tambahan Antistunting

Mahasiswa UGM mengembangkan inovasi PMT cegah stunting berupa sprouted snack bar

ilustrasi Stunting. Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan inovasi membuat pemberian makanan tambahan (PMT) berupa sprouted snack bar (SSB) yang dapat memenuhi tiga zat gizi utama untuk mencegah stunting.
Foto: Republika/Mardiah
ilustrasi Stunting. Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan inovasi membuat pemberian makanan tambahan (PMT) berupa sprouted snack bar (SSB) yang dapat memenuhi tiga zat gizi utama untuk mencegah stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan inovasi membuat pemberian makanan tambahan (PMT) berupa sprouted snack bar (SSB) yang dapat memenuhi tiga zat gizi utama untuk mencegah stunting yaitu protein, zat besi, dan seng.

Mahasiswa Fakultas Biologi UGM Adiva Aphrodita melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin, menjelaskan SSB yang dikembangkan terbuat dari bahan utama kacang merah berkecambah, beras merah berkecambah, kacang kedelai berkecambah, dan pisang.

"Alasan dipilihnya produk snack bar karena cemilan ini disukai anak-anak dan memiliki masa simpan yang cukup lama," ujar Adiva.

Adiva mengembangkan produk makanan itu bersama empat mahasiswa UGM lainnya, yaitu Matilda Jesseline Gabriela Giovanni (Fakultas Biologi 2020), A. Najib Dhiaurahman (Fakultas Biologi 2020), Felisitas Mellania Ajeng Anggraeni (FK-KMK 2019), dan Nur Afni Oktri Fiana (Fakultas Teknologi Pertanian 2019).

Menurut Adiva, makanan tambahan biasanya menggunakan fortifikasi untuk menambah zat gizi dengan bahan baku yang masih diimpor sehingga menimbulkan persoalan biaya.

Melihat persoalan itu mereka membuat inovasi makanan tambahan dengan harga terjangkau dan bahan yang mudah ditemui. Ia mengatakan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen.

Angka itu menurun 6,4 persen dari angka tahun 2018 sebesar 30,8 persen, namun masih tergolong tinggi dan berada di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen.

Adiva menuturkan bahwa bijian berkecambah memiliki kandungan protein dan mikronutrien yang lebih tinggi dibandingkan biji utuh karena proses perendaman dan perkecambahan dapat meningkatkan nutrien yang terkandung.

Kedelai, beras merah, dan kacang merah yang telah berkecambah, lanjut dia, mengandung protein tinggi dan kadar fitat menurun yang mampu meningkatkan kadar zat besi dan seng.

"Konsumsi pangan tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin serum darah sehingga memicu pembentukan sel saat pertumbuhan dan menjaga organ hati sehat. Selain itu, zat besi membantu sintesis kolagen jaringan tulang, sementara seng membantu peningkatan panjang dan berat tulang femur," kata dia.

Selain membandingkan kandungan produk antara bijian berkecambah dengan biji dorman, menurut dia, timnya juga telah melakukan perbandingan dua metode pengolahan yaitu metode sangrai dan oven.

Mereka kemudian melakukan uji organoleptik produk pada anak SD, uji nutrition facts, dan uji in vivo. "Inovasi SSB ini mampu menjadi alternatif jajanan bergizi untuk anak sekolah. Dengan adanya produk ini, diharapkan ada peningkatan kualitas makanan untuk anak-anak sehingga dapat menekan angka stunting di Indonesia," kata Adiva.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement