Senin 19 Sep 2022 14:55 WIB

Jurus Industri Percepat Ekonomi Hijau dan Transisi Energi

Ada gerakan untuk mengubah narasi menjadi aksi di dalam praktik keberlanjutan.

Pekerja memeriksa panel-panel surya dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Ini merupakan langkah memperkuat pelaksanaan Presidensi G20 dalam transisi energi berkelanjutan. (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Pekerja memeriksa panel-panel surya dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Ini merupakan langkah memperkuat pelaksanaan Presidensi G20 dalam transisi energi berkelanjutan. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Salah satu agenda penting dalam KTT G20 adalah ekonomi hijau dan transisi energi. Hal tersebut pun menjadi perhatian para pemangku kepentingan demi opsi solusi yang memungkinkan, serta bentuk kolaborasi yang diperlukan untuk percepatan pencapaiannya.

“Sektor swasta Indonesia, dari semua segmen; industri, komersial, maupun jasa, merupakan eleman penting untuk pencapaian Netral Karbon Indonesia pada 2060 bersama dengan pemerintah. Secara kolektif, kita memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk mendorong agenda-agenda dan inisiatif positif untuk pencapaian ini,” ujar Muhammad Yusrizki, Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan KADIN, dalam siaran persnya, Senin (19/9/2022).

Hal tersebut terungkap dalam gelaran diskusi seputar transisi energi bertajuk ‘Sustainability Uncovered’. Diskusi yang merupakan bagian dari ‘Cut The Tosh’ yaitu gerakan untuk mengubah narasi menjadi aksi di dalam praktik keberlanjutan.

Almo Pradana, Deputy Program Director Climate, Energy, Cities and Ocean, World Resources Institute (WRI) mengungkapkan perlunya upaya kolektif untuk menjaga tingkat kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.

Sedangkan Ika Noviera, Corporate Affairs Director untuk Multi Bintang Indonesia, menilai para pelaku industri memiliki kekuatan pendorong menuju perubahan yang diharapkan. “Saat ini banyak perusahaan yang telah berkomitmen menjadi net zero dalam bisnis dan operasinya, yang ditunjukkan melalui kesanggupan mereka mengikuti SBTI, RE100 hingga Climate Pledge. Namun tidak sedikit perwakilan industri yang menyampaikan bahwa inisiatif yang ada masih dilakukan secara mandiri, sehingga mendorong ide untuk saling berkolaborasi guna memberi dampak yang lebih signifikan,'' kata dia. 

Hal inilah yang mendorong pihaknya untuk berperan sebagai penghubung terjadinya diskusi dan kolaborasi baik melalui ‘Sustainability Uncovered’ dan juga ‘Cut The Tosh Collaboration Summit’ yang akan digelar pada pertengahan Oktober 2022”.

Dalam aksi nyata di acara ‘Cut The Tosh Collaboration Summit’, nantinya para pemangku kepentingan dapat memamerkan inisiatif keberlanjutan yang tengah mereka kembangkan dan berinteraksi langsung dengan para investor serta berbagai pihak yang dapat menawarkan pendanaan, dukungan maupun kemitraan lainnya.

“Di gelaran Cut The Tosh Collaboration Summit Oktober nanti, kita tidak hanya akan belajar hal baru, tetapi juga turut aktif menjadi penghubung para pemangku kepentingan untuk merealisasikan aksi yang nyata. Kami berharap banyak kolaborasi yang lahir di acara ini, yang saling bahu-membahu dalam memangkas basa-basi seputar praktik keberlanjutan,” kata Ika.

Senada dengan tujuan besar dari kampanye ‘Cut The Tosh’ ini, di akhir acara seluruh panelis yang hadir berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil diskusi terkait dan saling berkolaborasi untuk mengubah narasi menjadi aksi nyata.

sumber : siaran pers
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement