Sabtu 17 Sep 2022 19:30 WIB

30 Ribu Ton Gandum dari Pelabuhan Ukraina Dikirim ke Ethiopia

Menurut perkiraan PBB, Ethiopia berada di ambang krisis pangan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Bangau berjalan di depan pemanen di ladang gandum di desa Zghurivka, Ukraina, Selasa, 9 Agustus 2022. ilustrasi
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Bangau berjalan di depan pemanen di ladang gandum di desa Zghurivka, Ukraina, Selasa, 9 Agustus 2022. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Sebuah kapal yang mengangkut 30 ribu ton gandum bertolak dari pelabuhan Laut Hitam Chornomorsk, Ukraina, menuju Ethiopia. Itu merupakan kapal ketiga yang direncanakan Program Pangan Dunia (WFP).

“Kapal itu menuju Ethiopia. Menurut perkiraan PBB, Ethiopia berada di ambang krisis pangan,” kata Kementerian Infrastruktur Ukraina dalam sebuah pernyataan, Sabtu (17/9/2022).

Baca Juga

Menurut Kementerian Infrastruktur Ukraina, dalam kemitraan dengan WFP, tiga kapal yang memuat lebih dari 90 ribu ton gandum sedang dalam perjalanan ke Ethiopia dan Yaman. “Kami berencana untuk mengekspor 190.000 ton lagi, yang saat ini sedang dibeli oleh mitra PBB,” katanya.

Pekan lalu Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, dia berencana merevisi kesepakatan koridor pengiriman gandum dan biji-bijian yang telah dicapainya dengan Ukraina. Menurut dia, komoditas tersebut tak dikirim ke negara berkembang, tapi justru ke negara kaya seperti Eropa. Hal itu berpotensi memicu krisis pangan global.

Putin menjelaskan, kesepakatan koridor pengiriman gandum yang diteken negaranya dengan Ukraina lewat mediasi PBB dan Turki bertujuan membantu meringankan lonjakan harga pangan di negara-negara berkembang. Namun menurutnya, justru negara-negara Barat yang kaya yang mengambil keuntungan dari kesepakatan tersebut.

“Jika kita mengecualikan Turki sebagai negara perantara, maka hampir semua biji-bijian yang diekspor dari Ukraina dikirim bukan ke negara berkembang termiskin, tapi ke negara-negara Uni Eropa,” kata Putin saat berbicara di Eastern Economic Forum yang digelar di Vladivostok, 7 September lalu.

Putin mengungkapkan, hanya dua dari 87 kapal yang membawa 60 ribu ton produk, dikirim ke negara-negara miskin. Dalam konteks ini, ia menuduh Barat bertindak sebagai negara kolonial. “Sekali lagi, negara-negara berkembang telah ditipu dan terus ditipu. Jelas bahwa dengan pendekatan ini, skala masalah pangan di dunia hanya akan meningkat, yang dapat menyebabkan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ucapnya.

Putin mengatakan dia akan mengkaji untuk membatasi tujuan ekspor biji-bijian dan makanan lainnya. Hal tersebut bakal dia bahas bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai tokoh yang turut memediasi kesepakatan dengan Ukraina.

Pada 22 Juli lalu, Rusia dan Ukraina menandatangani kesepakatan koridor gandum di Istanbul. Perjanjian itu diteken di bawah pengawasan PBB dan Turki. Dengan perjanjian tersebut, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.

Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena pelabuhan-pelabuhannya direbut dan dikuasai Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement