Sabtu 17 Sep 2022 18:34 WIB

Demi Kesehatan Publik, Akademisi Dukung Regulasi BPA

Pandu menegaskan kekhawatiran soal bahaya BPA bersifat global.

Air galon (ilustrasi).
Foto: Www.freepik.com
Air galon (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpandangan regulasi pelabelan Bisfenol A (BPA) harus segera diwujudkan demi melindungi kesehatan dan keselamatan publik. Pandu mewanti-wanti agar kalangan industri tak perlu berlebihan dalam merespons regulasi tersebut. 

"BPA berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan publik. Di samping itu, regulasi pelabelan BPA justru menjadi upaya dalam mengedukasi masyarakat," kata Pandu dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (17/9/2022). 

Pandu mengingatkan, bahaya BPA yang fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang) tetapi bisa berpindah ke makanan atau minuman. Banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA sudah ditemukan pada cairan kemih dan pada binatang. 

Pandu menegaskan kekhawatiran soal bahaya BPA bersifat global. Hal ini melihat di banyak negara, terdapat regulasi yang mengatur kemasan pangan tidak diperbolehkan menggunakan wadah yang mengandung BPA. 

"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan 'Free BPA' (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat," kata Pandu. 

Saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang merampungkan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat. Jamak diketahui, jenis plastik ini pembuatannya menggunakan BPA dan mendominasi pasar. 

"Nantinya, produsen galon jenis tersebut akan diwajibkan untuk mencantumkan label peringatan 'Berpontensi Mengandung BPA' terhitung tiga tahun sejak aturan disahkan. Tujuan pelabelan BPA semata melindungi masyarakat. Jadi industri tak perlu berlebihan dalam bersikap," katanya. 

Dekan Fakultas Farmasi Unair Surabaya, Prof Junaedi Khotib berpandangan, adanya BPA akan menimbulkan kerusakan yang kompleks dengan melibatkan jalur hormonal dan epigenetik. Meski sampai saat ini, kuantitasi gangguan pada model tikus secara invivo belum dapat ditranslasikan ke dalam model dosis-response yang sangat jelas pada manusia.

Menurut dia, hal itu harus menjadi pemikiran dan peringatan akan adanya gangguan kesehatan yang terjadi ketika terdapat paparan BPA dan berdampak serius pada kesehatan manusia baik secara fisik maupun mental. "Potensi dampak merugikan BPA pada diferensiasi dan fungsi otak sangat besar dan kompleks, karena perubahan yang dihasilkan kemudian dapat menyebabkan perubahan organik maupun perilaku organisme," kata Junaedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement