Sabtu 17 Sep 2022 03:35 WIB

Sidang Mas Bechi, Pengawas Santriawati Klaim Sistem Penjagaan Asrama Putri Ketat

Kuasa hukum Mas Bechi menilai kesaksian pengawas kuatkan tempus delicti.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus raharjo
Petugas menggiring tersangka Moch Subchi Azal Tsani (kedua kiri) seusai rilis kasus di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (8/7/2022). Polda Jawa Timur menangkap Moch Subchi Azal Tsani yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Siddiqiyyah, Ploso, Jombang.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Petugas menggiring tersangka Moch Subchi Azal Tsani (kedua kiri) seusai rilis kasus di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (8/7/2022). Polda Jawa Timur menangkap Moch Subchi Azal Tsani yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Siddiqiyyah, Ploso, Jombang.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengadilan Negeri Surabaya kembali melanjutkan sidang dugaan pencabulan di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang dengan terdakwa Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) atau Mas Bechi pada Jumat (16/9/2022). Salah satu saksi yang dihadirkan di persidangan adalah pengawas santriawati di Ponpes milik ayah Mas Bechi.

Saksi yang terkesan lebih memihak Mas Bechi di persidangan tersebut menyebut, korban tidak pernah keluar dari asrama. Ketua tim Kuasa Hukum Mas Bechi, Gede Pasek Suardika menyatakan, saksi tersebut dapat mengetahui dengan mudah jika ada santriwatinya yang keluar asrama. Sebab, ada sistem dan penjagaan yang cukup ketat yang mengaktur keluar masuknya santriwati di sana.

Baca Juga

"Saksi ini menerangkan aktivitas di asrama putri. Kami ingin memastikan tempus delicti dua peristiwa (dalam dakwaan) itu. Ia pengawas asrama putri, tahu persis keluar masuknya santriwati," kata Gede, Jumat (16/9/2022).

Gede menjelaskan, dalam dakwaan yang didakwakan terhadap kliennya, ada dua peristiwa yang dikaitkan dengan kasus tindakan asusila. Dimana kesemuanya disebutkan dimulai pada malam hari. Dihadirkannya saksi pengawas santriawati, lanjut Gede, untuk memperjelas peristiwa yang dituduhkan.

"Ada dua peristiwa yang semua dimulai pada malam hari. Kalau konstruksi dakwaan jaksa ada yang bilang peristiwa satu terjadi pada jam 10 malam hingga besok siang hari. Lalu peristiwa ke dua ada yang mulai pukul 02.30 WIB dini hari," ujarnya.

Saksi, lanjut Gede, menyatakan tidak mungkin ada orang atau santriwati yang dapat keluar pada jam-jam tersebut di asrama putri. Sebab, untuk dapat keluar dari asrama putri, ada syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syarat yang dimaksud adalah adanya ijin keluar yang hanya bisa diperoleh melalui saksi.

"Sehinga semakin menguatkan tempus delicti yang diajukan JPU tidak sinkron dengan peristiwa nyata. Saya tanya apa korban minta ijin? Gak ada," kata Gede.

Gede melanjutkan, sang saksi menyebut setidaknya ada 12 orang pengurus yang menangani perizinan santriawati. Kesemua pengurus itu memiliki tugas masing-masing yang akan dapat dengan mudah mendeteksi santriwati yang keluar masuk asrama.

Sementara itu, Jaksa Tengku Firdaus mengatakan, dalam sidang kali ini sebenarnya ada dua saksi yang dihadirkan. Namun hanya satu orang yang diperiksa karena ada hakim yang sedang ada keperluan. Disinggung soal keterangan saksi yang menguatkan alibi terdakwa, Firdaus enggan banyak berkomentar.

"Kualifikasi tidak bisa menyatakan menguatkan atau tidak. Biarlah nanti hakim yang menilai," ujarnya singkat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement